Minggu, 15 Februari 2015

Menjelang Kematian







Sakratul maut itu ada yang berat dan ada yang ringan. Jika ada orang yang sakratul mautnya berat, maka adakalanya itu sebagai siksaan karena dia tergolong orang yang tidak baik, tetapi ada kalanya sebagai kaffârah (penghapus) atas dosa-dosanya jika dia tergolong kepada orang yang baik, dan Allah tidak ingin dosanya yang tersisa itu terbawa ke alam barzakh, maka didahulukan balasannya dengan sakratul maut yang berat. Dan jika ada orang yang sakratul maut- nya ringan, maka hal itu ada dua kemung-kinan. Kemungkinan yang pertama orang yang mendapatkan keringanan dalam sakratul maut itu adalah manusia yang tergolong baik. Namun adakalanya orang yang ringan sakratul mautnya itu adalah justru orang yang tidak baik, namun dia punya beberapa amal yang baik, dan Allah tidak menghendaki pahala kebaikannya itu dibalaskan di akhirat, maka Dia segerakan balasannya itu dengan sakratul maut yang ringan.
   
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَالِكَ مَا كُنِتَ تَحِيْدُ
Allah ‘azza wa jalla berfirman, Dan datanglah sakratul maut (mabuk mati) dengan sebenar-benarnya, itulah yang kamu selalu lari darinya.

وَقَوْلُهُ تَعَالَى: وَلَوْ تَرَى إِذْ يَتَوَفَّى الَّذِيْنَ كَفَرُوا الْمَلاَئِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيْقِ
Dan firman-Nya yang maha tinggi, Dan kalaulah kamu melihat pada saat malaikat mencabut nyawa manusia-manusia yang tidak beriman, malaikat memukuli muka dan belakang mereka seraya berkata: Rasakanlah olehmu siksa yang membakar (tentulah kamu akan merasa ngeri).

    وَقَوْلُهُ تَعَالَى: كَلاَّ إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِي. وَقِيْلَ مَنْ رَاقٍ. وَظَنَّ أَنَّهُ الْفِرَاقُ. وَالْتَفَّتِ السَّاقُ بِالسَّاقِ. إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمَسَاقُ
Dan firman-Nya yang maha tinggi, Sekali-kali jangan, apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke ke-rongkongan. Dan dikatakan (kepadanya): Siapakah yang akan menyembuhkan? Dan dia meyakini bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia). Dan bertaut betis dengan betis (karena hebatnya penderitaan di saat akan mati). Kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu dihalau.

    وَقَوْلُهُ تَعَالَى: فَلَوْ لاَ إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ. وَأَنْتُمْ حِيْنَئِذٍ تَنْظُرُونَ. وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَكِنْ لاَ تُبْصِرُونَ. فَلَوْ لاَ إِنْ كُنْتُمْ غَيْرَ مَدِيْنِيْنَ. تَرْجِعُونَهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ. فَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِيْنَ. فَرَوْحٌ وَرَيْحَانٌ وَجَنَّاتُ نَعِيْمٍ. وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِيْنِ. فَسَلاَمٌ لَكَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِيْنِ. وَأَمَّ إِنْ كَانَ مِنَ الْمُكَذِّبِيْنَ الضَّالِّيْنَ. فَنُزُلٌ مِنْ حَمِيْمٍ. وَتَصْلِيَةُ جَحِيْمٍ. إِنَّ هَذَا لَهُوَ حَقُّ الْيَقِيْنَ. فَسَبِّحْ بِسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ
Dan firman-Nya yang maha tinggi, Maka mengapakah ketika nyawa sampai di kerongkongan. Dan kamu ketika itu melihat. Dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu, tetapi kamu tidak melihat. Maka mengapakah jika kamu tidak dikuasai. Kamu tidak dapat mengembalikan ruh itu (ke dalam tubuh) apabila kamu adalah orang-orang yang benar. Adapun jika dia (orang yang mati itu) termasuk orang yang didekatkan (kepada Allah). Maka dia akan memperoleh ketenteraman dan rezeki serta surga kenikmatan. Dan adapun bila dia termasuk golongan kanan. Maka kedamaian bagimu sebab kamu dari golongan kanan. Dan adapun apabila dia termasuk golongan orang yang mendustakan lagi sesat. Maka dia mendapat hidangan air yang mendidih. Dan dia dibakar di dalam neraka. Sesungguhnya yang disebutkan itu adalah suatu keyakinan yang benar. Maka bertasbîhlah dengan menyebut Tuhanmu yang maha besar.

    وَقَوْلُهُ تَعَالَى: فَكَيْفَ إِذَا تَوَفَّاهُمُ الْمَلاَئِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوْهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ. ذَالِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَا أَسْخَطَ اللهَ وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
Dan firman-Nya yang maha tinggi, Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila malaikat (maut) mencabut nyawa mereka dengan memukuli muka mereka dan punggung mereka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan (karena) mereka membenci (apa-apa yang mendatangkan) kerelaan-Nya, maka Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka.

    وَقَوْلُهُ تَعَالَى: إِنَّ الَّذِيْنَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلاَئِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيْمَا كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِيْنَ فِي اْلأَرْضِ. قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيْهَا. فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيْرًا
Dan firman-Nya yang maha tinggi, Sesungguhnya ma-nusia-manusia yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri-diri mereka, (kepada mereka) malaikat bertanya: Dalam keadaan bagaimanah kamu ini? Mereka menjawab: Adalah kami orang-orang yang tertindas di bumi. Malaikat berkata: Bukankah bumi Allah itu luas sehingga kamu bisa melakukan hijrah padanya? Maka orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan ia itu seburuk-buruk tempat kembali.

Apa Yang Dilihat Orang yang Beriman dan yang Kufur
    عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ عَوَّاضٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ عليه السلام يَقُولُ إِذَا بَلَغَتْ نَفْسُ أَحَدِكُمْ هَذِهِ قِيلَ لَهُ أَمَّا مَا كُنْتَ تَحْذَرُ مِنْ هَمِّ الدُّنْيَا وَ حُزْنِهَا فَقَدْ أَمِنْتَ مِنْهُ وَ يُقَالُ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وآله وَ عَلِيٌّ عليه السلام وَ فَاطِمَةُ عليها السلام أَمَامَكَ
Dari 'Abdul Hamîd bin 'Awwâdh berkata: Saya mendengar Abû 'Abdillâh as berkata, "Jika ruh salah seorang dari kamu telah sampai di sini (kerongkongan), dikatakan kepadanya, 'Adapun yang kamu takuti dari duka dunia dan kesedihannya, maka sesungguhnya kamu telah aman darinya.' Dan dikatakan kepadanya, 'Rasûlullâh saw, 'Ali as dan Fâthimah as ada di hadapanmu.'"

عَنْ عَلِيِّ بْنِ عُقْبَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ لِي أَبُو عَبْدِ اللَّهِ عليه السلام يَا عُقْبَةُ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ مِنَ الْعِبَادِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا هَذَا الْأَمْرَ الَّذِي أَنْتُمْ عَلَيْهِ وَ مَا بَيْنَ أَحَدِكُمْ وَ بَيْنَ أَنْ يَرَى مَا تَقَرُّ بِهِ عَيْنُهُ إِلَّا أَنْ تَبْلُغَ نَفْسُهُ إِلَى هَذِهِ ثُمَّ أَهْوَى بِيَدِهِ إِلَى الْوَرِيدِ ثُمَّ اتَّكَأَ وَ كَانَ مَعِيَ الْمُعَلَّى فَغَمَزَنِي أَنْ أَسْأَلَهُ فَقُلْتُ يَا ابْنَ رَسُولِ اللَّهِ فَإِذَا بَلَغَتْ نَفْسُهُ هَذِهِ أَيَّ شَيْ‏ءٍ يَرَى فَقُلْتُ لَهُ بِضْعَ عَشْرَةَ مَرَّةً أَيَّ شَيْ‏ءٍ فَقَالَ فِي كُلِّهَا يَرَى وَ لَا يَزِيدُ عَلَيْهَا ثُمَّ جَلَسَ فِي آخِرِهَا فَقَالَ يَا عُقْبَةُ فَقُلْتُ لَبَّيْكَ وَ سَعْدَيْكَ فَقَالَ أَبَيْتَ إِلَّا أَنْ تَعْلَمَ فَقُلْتُ نَعَمْ يَا ابْنَ رَسُولِ اللَّهِ إِنَّمَا دِينِي مَعَ دِينِكَ فَإِذَا ذَهَبَ دِينِي كَانَ ذَلِكَ كَيْفَ لِي بِكَ يَا ابْنَ رَسُولِ اللَّهِ كُلَّ سَاعَةٍ وَ بَكَيْتُ فَرَقَّ لِي فَقَالَ يَرَاهُمَا وَ اللَّهِ فَقُلْتُ بِأَبِي وَ أُمِّي مَنْ هُمَا قَالَ ذَلِكَ رَسُولُ اللَّهِ ص وَ عَلِيٌّ عليه السلام يَا عُقْبَةُ لَنْ تَمُوتَ نَفْسٌ مُؤْمِنَةٌ أَبَداً حَتَّى تَرَاهُمَا قُلْتُ فَإِذَا نَظَرَ إِلَيْهِمَا الْمُؤْمِنُ أَ يَرْجِعُ إِلَى الدُّنْيَا فَقَالَ لَا يَمْضِي أَمَامَهُ إِذَا نَظَرَ إِلَيْهِمَا مَضَى أَمَامَهُ فَقُلْتُ لَهُ يَقُولَانِ شَيْئاً قَالَ نَعَمْ يَدْخُلَانِ جَمِيعاً عَلَى الْمُؤْمِنِ فَيَجْلِسُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وآله  عِنْدَ رَأْسِهِ وَ عَلِيٌّ عليه السلام عِنْدَ رِجْلَيْهِ فَيُكِبُّ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ ص فَيَقُولُ يَا وَلِيَّ اللَّهِ أَبْشِرْ أَنَا رَسُولُ اللَّهِ إِنِّي خَيْرٌ لَكَ مِمَّا تَرَكْتَ مِنَ الدُّنْيَا ثُمَّ يَنْهَضُ رَسُولُ اللَّهِ ص فَيَقُومُ عَلِيٌّ ع حَتَّى يُكِبَّ عَلَيْهِ فَيَقُولُ يَا وَلِيَّ اللَّهِ أَبْشِرْ أَنَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ الَّذِي كُنْتَ تُحِبُّهُ أَمَا لَأَنْفَعَنَّكَ ثُمَّ قَالَ إِنَّ هَذَا فِي كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَ جَلَّ قُلْتُ أَيْنَ جَعَلَنِيَ اللَّهُ فِدَاكَ هَذَا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ قَالَ فِي يُونُسَ قَوْلُ اللَّهِ عَزَّ وَ جَلَّ هَاهُنَا الَّذِينَ آمَنُوا وَ كانُوا يَتَّقُونَ. لَهُمُ الْبُشْرى فِي الْحَياةِ الدُّنْيا وَ فِي الْآخِرَةِ لا تَبْدِيلَ لِكَلِماتِ اللَّهِ ذلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Dari 'Ali bin 'Uqbah, dari ayahnya berkata: Abû 'Abdillâh as telah berkata kepadaku, "Wahai 'Uqbah, pada hari kiamat Allah tidak menerima dari para hamba selain (ajaran) ini yang kamu berada di atasnya, dan tidaklah antara salah seorang dari kamu dan yang akan dilihatnya selain jiwanya telah sampai ke sini." Lalu beliau menunjukkan tangannya ke urat leher. Kemudian beliau bertelekan, dan bersamaku ada Al-Mu'allâ, maka dia memijitku agar saya bertanya kepadanya, maka saya berkata, "Wahai putra Rasûlullâh, apabila jiwanya telah sampai ke sini apa saja yang dia lihat?" Saya bertanya kepadanya lebih dari sepuluh kali, "Apa saja yang dia lihat?" Beliau berkata dalam semuanya itu, "Dia melihat dan tidak bertambah atasnya." Kemudian beliau duduk, dan pada akhirnya beliau berkata, "Wahai 'Uqbah!" Saya berkata, "Baiklah, saya penuhi panggilanmu." Beliau berkata, "Engkau tidak mau selain engkau tahu?" Saya berkata, "Ya, wahai putra Rasûlullâh, ajaranku hanya bersama ajaranmu, maka apabila ajaranku telah hilang pada setiap saat, maka bagaimanakah bagiku denganmu wahai putra Rasûlullâh!" Lalu saya menangis, lantas (hati) beliau lembut bagiku, maka beliau berkata, "Dia melihat mereka berdua demi Allah." Saya berkata, "Demi ayah dan ibuku, siapakah mereka berdua itu?" Beliau berkata, "Itulah Rasûlullâh saw dan 'Ali as wahai 'Uqbah, tidak mati  jiwa yang beriman untuk selamanya sehingga dia melihat mereka berdua." Saya berkata, "Jika orang yang beriman melihat mereka, apakah dia akan kembali ke dunia?" Beliau berkata, "Tidak, dia berada di depannya, jika dia telah melihat mereka berdua dia berada di depannya." Saya bertanya kepada beliau, "Apakah mereka berdua mengatakan sesuatu kepadanya?" Beliau berkata, "Ya, mereka berdua semuanya masuk kepada orang yang beriman, lalu Rasulullah saw duduk dekat kepalanya, dan 'Ali as duduk dekat kedua kakinya, lalu tertelungkup Rasûlullâh saw lantas beliau berkata, 'Wahai wali Allah, gembiralah kamu, aku Rasûlullâh lebih baik bagimu dari dunia yang kamu tinggalkan.' Kemudian Rasûlullâh saw bangkit, lalu 'Ali as berdiri sehingga tertelungkup kepadanya, lalu beliau berkata, 'Wahai wali Allah, gembiralah, Aku adalah 'Ali bin Abî Thâlib yang kamu cintai, bukankah aku benar-banar memberikan manfaat kepadamu.'" Kemudian beliau berkata, "Sesungguhnya ini terdapat dalam kitab Allah 'azza wa jalla." Saya berkata, "Di mana adanya? Allah telah menjadikanku tebusanmu?" Beliau berkata, "Di dalam (sûrah) Yûnus terdapat firman Allah 'azza wa jalla begini, Orang-orang yang beriman dan mereka ber-taqwâ, bagi mereka kabar gembira dalam kehidupan dunia dan di akhirat, tidak ada perubahan dalam kalimat Allah, yang demikian itu keberuntungan yang besar."

عَنْ أَبِي بَصِيرٍ قَالَ قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ عليه السلام إِذَا حِيلَ بَيْنَهُ وَ بَيْنَ الْكَلَامِ أَتَاهُ رَسُولُ اللَّهِ ص وَ مَنْ شَاءَ اللَّهُ فَجَلَسَ رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وآله عَنْ يَمِينِهِ وَ الْآخَرُ عَنْ يَسَارِهِ فَيَقُولُ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ ص أَمَّا مَا كُنْتَ تَرْجُو فَهُوَ ذَا أَمَامَكَ وَ أَمَّا مَا كُنْتَ تَخَافُ مِنْهُ فَقَدْ أَمِنْتَ مِنْهُ ثُمَّ يُفْتَحُ لَهُ بَابٌ إِلَى الْجَنَّةِ فَيَقُولُ هَذَا مَنْزِلُكَ مِنَ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ رَدَدْنَاكَ إِلَى الدُّنْيَا وَ لَكَ فِيهَا ذَهَبٌ وَ فِضَّةٌ فَيَقُولُ لَا حَاجَةَ لِي فِي الدُّنْيَا فَعِنْدَ ذَلِكَ يَبْيَضُّ لَوْنُهُ وَ يَرْشَحُ جَبِينُهُ وَ تَقَلَّصُ شَفَتَاهُ وَ تَنْتَشِرُ مَنْخِرَاهُ وَ تَدْمَعُ عَيْنُهُ الْيُسْرَى فَأَيَّ هَذِهِ الْعَلَامَاتِ رَأَيْتَ فَاكْتَفِ بِهَا فَإِذَا خَرَجَتِ النَّفْسُ مِنَ الْجَسَدِ فَيُعْرَضُ عَلَيْهَا كَمَا عُرِضَ عَلَيْهِ وَ هِيَ فِي الْجَسَدِ فَتَخْتَارُ الْآخِرَةَ فَتُغَسِّلُهُ فِيمَنْ يُغَسِّلُهُ وَ تُقَلِّبُهُ فِيمَنْ يُقَلِّبُهُ فَإِذَا أُدْرِجَ فِي أَكْفَانِهِ وَ وُضِعَ عَلَى سَرِيرِهِ خَرَجَتْ رُوحُهُ تَمْشِي بَيْنَ أَيْدِي الْقَوْمِ قُدُماً وَ تَلْقَاهُ أَرْوَاحُ الْمُؤْمِنِينَ يُسَلِّمُونَ عَلَيْهِ وَ يُبَشِّرُونَهُ بِمَا أَعَدَّ اللَّهُ لَهُ جَلَّ ثَنَاؤُهُ مِنَ النَّعِيمِ فَإِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ رُدَّ إِلَيْهِ الرُّوحُ إِلَى وَرِكَيْهِ ثُمَّ يُسْأَلُ عَمَّا يَعْلَمُ فَإِذَا جَاءَ بِمَا يَعْلَمُ فُتِحَ لَهُ ذَلِكَ الْبَابُ الَّذِي أَرَاهُ رَسُولُ اللَّهِ ص فَيَدْخُلُ عَلَيْهِ مِنْ نُورِهَا وَ ضَوْئِهَا وَ بَرْدِهَا وَ طِيبِ رِيحِهَا قَالَ قُلْتُ جُعِلْتُ فِدَاكَ فَأَيْنَ ضَغْطَةُ الْقَبْرِ فَقَالَ هَيْهَاتَ مَا عَلَى الْمُؤْمِنِينَ مِنْهَا شَيْ‏ءٌ وَ اللَّهِ إِنَّ هَذِهِ الْأَرْضَ لَتَفْتَخِرُ عَلَى هَذِهِ فَيَقُولُ وَطِئَ عَلَى ظَهْرِي مُؤْمِنٌ وَ لَمْ يَطَأْ عَلَى ظَهْرِكِ مُؤْمِنٌ وَ تَقُولُ لَهُ الْأَرْضُ وَ اللَّهِ لَقَدْ كُنْتُ أُحِبُّكَ وَ أَنْتَ تَمْشِي عَلَى ظَهْرِي فَأَمَّا إِذَا وُلِّيتُكَ فَسَتَعْلَمُ مَا ذَا أَصْنَعُ بِكَ فَتَفْسَحُ لَهُ مَدَّ بَصَرِهِ
Dari Abû Bashîr berkata: Abû 'Abdillâh as telah berkata, "Apabila terhalang antara dia dan perkataan (tidak bisa bicara), telah datang kepadanya Rasûlullâh saw dan orang yang dikehendaki Allah, lalu Rasûlullâh saw duduk di sebelah kanannya, dan yang lainnya duduk di samping kirinya, maka berkatalah kepadanya Rasulullah saw, 'Adapun yang kamu harapkan, maka inilah ada di hadapanmu, dan adapun yang kamu takuti darinya, maka kamu telah aman darinya.' Kemudian dibukakan baginya sebuah pintu ke surga, lalu dikatakan, 'Inilah tempat tinggalmu dari surga, maka jika kamu mau, kami kembalikan kamu ke dunia dan padanya kamu mempunyai mas dan perak.' Maka dia berkata, 'Tidak butuh bagiku di dunia.' Maka ketika itu menjadi putih warnanya, berkeringat dahinya, tersingsing kedua bibirnya, mengembang kedua lubang hidungnya, berair matanya yang kiri, dengan ciri-ciri ini engkau bisa lihat, maka cukuplah dengannya. Apabila telah keluar jiwa dari jasad, maka akan ditampakkan kepadanya sebagaimana telah ditampakkan kepadanya pada waktu ruh dalam jasad, maka dia memilih akhirat, kemudian dia dimandikan oleh orang-orang yang memandikan, dan dibulak-balikkan oleh orang-orang yang membulak-balikkan, maka apabila dibungkus dalam kain kafannya dan diletakkan di tempat perbaringannya, keluar ruhnya berjalan di hadapan manusia-manusia (yang mengantarkannya) dan disambutnya oleh arwâh kaum mu`minîn mereka mengucapkan salâm kepadanya dan menyampaikan kabar gembira dengan kenikmatan yang telah sediakan baginya oleh Allah yang maha mulia sanjungan-Nya. Apabila diletakkan di dalam kuburnya, ruhnya dikembalikan sampai kedua pangkal pahanya, kemudian ditanya tentang apa yang dia ketahui, apabila dia datang dengan apa yang dia ketahui, dibukakan baginya pintu itu yang Rasûlullâh saw telah memperlihatkannya, maka masuklah kepadanya dari cahayanya, sinarnya, sejuknya dan wanginya." Dia berkata: Saya berkata, "Kujadikan diriku tebusanmu, maka di manakah himpitan kubur?" Maka beliau berkata, "Jauhlah, tidak ada sesuatu darinya yang menimpa kaum mu`minîn, demi Allah bumi ini (yang menjadi kuburannya ini merasa bangga atas (ruh) ini, maka ia berkata, 'Orang beriman telah menginjak punggungku, tetapi tidak ada orang yang beriman yang menginjak punggungmu.' Dan bumi berkata kepadanya, 'Demi Allah, aku menyukaimu dan kamu berjalan di punggungku, maka apabila aku dikuasakan kepadamu, nanti kamu akan tahu apa yang akan aku perbuat terhadapmu.' Maka diluaskanlah baginya sejauh pandangannya."

عَنْ عَمَّارِ بْنِ مَرْوَانَ قَالَ حَدَّثَنِي مَنْ سَمِعَ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ عليه السلام يَقُولُ مِنْكُمْ وَ اللَّهِ يُقْبَلُ وَ لَكُمْ وَ اللَّهِ يُغْفَرُ إِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَ أَحَدِكُمْ وَ بَيْنَ أَنْ يَغْتَبِطَ وَ يَرَى السُّرُورَ وَ قُرَّةَ الْعَيْنِ إِلَّا أَنْ تَبْلُغَ نَفْسُهُ هَاهُنَا وَ أَوْمَأَ بِيَدِهِ إِلَى حَلْقِهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّهُ إِذَا كَانَ ذَلِكَ وَ احْتُضِرَ حَضَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وآله وَ عَلِيٌّ عليه السلام وَ جَبْرَئِيلُ وَ مَلَكُ الْمَوْتِ عليه السلام فَيَدْنُو مِنْهُ عَلِيٌّ عليه السلام فَيَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ هَذَا كَانَ يُحِبُّنَا أَهْلَ الْبَيْتِ فَأَحِبَّهُ وَ يَقُولُ رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وآله صلّى الله عليه وآله يَا جَبْرَئِيلُ إِنَّ هَذَا كَانَ يُحِبُّ اللَّهَ وَ رَسُولَهُ وَ أَهْلَ بَيْتِ رَسُولِهِ فَأَحِبَّهُ وَ يَقُولُ جَبْرَئِيلُ لِمَلَكِ الْمَوْتِ إِنَّ هَذَا كَانَ يُحِبُّ اللَّهَ وَ رَسُولَهُ وَ أَهْلَ بَيْتِ رَسُولِهِ فَأَحِبَّهُ وَ ارْفُقْ بِهِ فَيَدْنُو مِنْهُ مَلَكُ الْمَوْتِ فَيَقُولُ يَا عَبْدَ اللَّهِ أَخَذْتَ فَكَاكَ رَقَبَتِكَ أَخَذْتَ أَمَانَ بَرَاءَتِكَ تَمَسَّكْتَ بِالْعِصْمَةِ الْكُبْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا قَالَ فَيُوَفِّقُهُ اللَّهُ عَزَّ وَ جَلَّ فَيَقُولُ نَعَمْ فَيَقُولُ وَ مَا ذَلِكَ فَيَقُولُ وَلَايَةُ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ ع فَيَقُولُ صَدَقْتَ أَمَّا الَّذِي كُنْتَ تَحْذَرُهُ فَقَدْ آمَنَكَ اللَّهُ مِنْهُ وَ أَمَّا الَّذِي كُنْتَ تَرْجُوهُ فَقَدْ أَدْرَكْتَهُ أَبْشِرْ بِالسَّلَفِ الصَّالِحِ مُرَافَقَةِ رَسُولِ اللَّهِ صلّى الله عليه وآله وَ عَلِيٍّ وَ فَاطِمَةَ ع ثُمَّ يَسُلُّ نَفْسَهُ سَلًّا رَفِيقاً ثُمَّ يَنْزِلُ بِكَفَنِهِ مِنَ الْجَنَّةِ وَ حَنُوطِهِ مِنَ الْجَنَّةِ بِمِسْكٍ أَذْفَرَ فَيُكَفَّنُ بِذَلِكَ الْكَفَنِ وَ يُحَنَّطُ بِذَلِكَ الْحَنُوطِ ثُمَّ يُكْسَى حُلَّةً صَفْرَاءَ مِنْ حُلَلِ الْجَنَّةِ فَإِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ فُتِحَ لَهُ بَابٌ مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ يَدْخُلُ عَلَيْهِ مِنْ رَوْحِهَا وَ رَيْحَانِهَا ثُمَّ يُفْسَحُ لَهُ عَنْ أَمَامِهِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَ عَنْ يَمِينِهِ وَ عَنْ يَسَارِهِ ثُمَّ يُقَالُ لَهُ نَمْ نَوْمَةَ الْعَرُوسِ عَلَى فِرَاشِهَا أَبْشِرْ بِرَوْحٍ وَ رَيْحَانٍ وَ جَنَّةِ نَعِيمٍ وَ رَبٍّ غَيْرِ غَضْبَانَ ثُمَّ يَزُورُ آلَ مُحَمَّدٍ فِي جِنَانِ رَضْوَى فَيَأْكُلُ مَعَهُمْ مِنْ طَعَامِهِمْ وَ يَشْرَبُ مِنْ شَرَابِهِمْ وَ يَتَحَدَّثُ مَعَهُمْ فِي مَجَالِسِهِمْ حَتَّى يَقُومَ قَائِمُنَا أَهْلَ الْبَيْتِ فَإِذَا قَامَ قَائِمُنَا بَعَثَهُمُ اللَّهُ فَأَقْبَلُوا مَعَهُ يُلَبُّونَ زُمَراً زُمَراً فَعِنْدَ ذَلِكَ يَرْتَابُ الْمُبْطِلُونَ وَ يَضْمَحِلُّ الْمُحِلُّونَ وَ قَلِيلٌ مَا يَكُونُونَ هَلَكَتِ الْمَحَاضِيرُ وَ نَجَا الْمُقَرَّبُونَ مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وآله لِعَلِيٍّ ع أَنْتَ أَخِي وَ مِيعَادُ مَا بَيْنِي وَ بَيْنَكَ وَادِي السَّلَامِ قَالَ وَ إِذَا احْتُضِرَ الْكَافِرُ حَضَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ ص وَ عَلِيٌّ ع وَ جَبْرَئِيلُ ع وَ مَلَكُ الْمَوْتِ عليه السلام فَيَدْنُو مِنْهُ عَلِيٌّ عليه السلام فَيَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ هَذَا كَانَ يُبْغِضُنَا أَهْلَ الْبَيْتِ فَأَبْغِضْهُ وَ يَقُولُ رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وآله يَا جَبْرَئِيلُ إِنَّ هَذَا كَانَ يُبْغِضُ اللَّهَ وَ رَسُولَهُ وَ أَهْلَ بَيْتِ رَسُولِهِ فَأَبْغِضْهُ فَيَقُولُ جَبْرَئِيلُ يَا مَلَكَ الْمَوْتِ إِنَّ هَذَا كَانَ يُبْغِضُ اللَّهَ وَ رَسُولَهُ وَ أَهْلَ بَيْتِ رَسُولِهِ فَأَبْغِضْهُ وَ اعْنُفْ عَلَيْهِ فَيَدْنُو مِنْهُ مَلَكُ الْمَوْتِ فَيَقُولُ يَا عَبْدَ اللَّهِ أَخَذْتَ فَكَاكَ رِهَانِكَ أَخَذْتَ أَمَانَ بَرَاءَتِكَ تَمَسَّكْتَ بِالْعِصْمَةِ الْكُبْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ لَا فَيَقُولُ أَبْشِرْ يَا عَدُوَّ اللَّهِ بِسَخَطِ اللَّهِ عَزَّ وَ جَلَّ وَ عَذَابِهِ وَ النَّارِ أَمَّا الَّذِي كُنْتَ تَحْذَرُهُ فَقَدْ نَزَلَ بِكَ ثُمَّ يَسُلُّ نَفْسَهُ سَلًّا عَنِيفاً ثُمَّ يُوَكِّلُ بِرُوحِهِ ثَلَاثَمِائَةِ شَيْطَانٍ كُلُّهُمْ يَبْزُقُ فِي وَجْهِهِ وَ يَتَأَذَّى بِرُوحِهِ فَإِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ فُتِحَ لَهُ بَابٌ مِنْ أَبْوَابِ النَّارِ فَيَدْخُلُ عَلَيْهِ مِنْ قَيْحِهَا وَ لَهَبِهَا
Dari 'Ammâr bin Marwân telah berkata: Telah menyampaikan hadîts kepadaku orang yang mendengar Abû 'Abdillâh as mengatakan, "Dari kalian demi Allah diterima, demi Allah bagi kalian diampuni, sesungguhnya tidak ada di antara seseorang dari kamu dan yang diinginkan melihat kegembiraan dan penyejuk mata kecuali kalau jiwanya telah sampai ke sini dan beliau mengisyaratkan kepada kerongkongannya."

Kemudian beliau berkata, "Sesungguhnya apabila keadaannya telah ke situ dan dia telah di-ihtidhâr-kan, datanglah Rasulullah saw, 'Ali as, Jabra`îl as dan Malakul Maut as. Lalu 'Ali as mendekat dan berkata, 'Wahai Rasûlullâh, orang ini telah mencintai kita Ahlulbait maka cintailah dia.' Dan Rasûlullâh saw bersabda, 'Wahai Jabra`îl sesungguhnya orang ini mencintai Allah, Rasul-Nya dan Ahlulbait Rasul-Nya, maka cintailah dia.' Dan berkatalah Jabra`îl kepada Malakul Maut, 'Sesungguhnya orang ini telah mencintai Allah, Rasul-Nya dan Ahlulbait Rasul-Nya maka cintailah dia dan sayangilah dia.' Lalu Malakul Maut mendekat kepadanya lantas berkata, 'Wahai hamba Allah kamu telah mengambil pembebasan lehermu, kamu telah mengambil keamanan berlepas dirimu (dari musuh Allah, Rasul-Nya dan Ahlulbait Rasul-Nya) dan kamu telah berpegang kepada penjagaan yang terbesar (al-'ishmatul kubrâ ) dalam kehidupan dunia?' Lalu Allah 'azza wa jalla memberikan taufîq kepadanya, maka dia menjawab, 'Ya.' Dia bertanya, 'Dan apakah itu?' Maka dia berkata, 'Wilâyah 'Ali bin Abî Thâlib as.' Dia berkata, 'Kamu benar, adapun yang kamu takutkan maka sesungguhnya Allah telah mengamankanmu darinya, dan adapun yang kamu harapkan, maka kamu telah menggapainya, gembiralah dengan orang terdahulu yang saleh dengan menyertai Rasûlullâh saw 'Ali dan Fâthimah as.' Kemudian keluarlah jiwanya dengan perlakuan lembut, kemudian turun kain kafannya dari surga dan hunûth -nya dari surga dengan misik adzfar, lalu dikafani dengan kain kafan itu dan di-tahnîth dengan hunûth itu, kemudian diberi busana kuning dari busana-busana surga. Maka apabila dia diletakkan di dalam kuburnya dibukakan baginya pintu dari pintu-pintu surga masuklah kepadanya anginnya dan wewangian-nya, kemudian diluaskan baginya dari sebelah depannya seluas per-jalanan sebulan dan dari sebelah kanannya dan dari sebelah kirinya, kemudian dikatakan kepadanya, 'Tidurlah kamu dengan tidurnya pengantin di atas tempat tidurnya, gembiralah dengan kesenangan dan wewangian dan surga yang penuh dengan kenikmatan dan Tu-han tidak murka.' Kemudian keluarga Muhammad berkunjung di surga-surga radhwâ. Lalu dia makan bersama mereka dari makanan mereka dan minum dari minuman mereka, dia bercakap-cakap dengan mereka di majlis-majlis mereka sampai bangkit Qâ`im kami Ahlulbait (Al-Mahdi as), maka apabila telah bangkit Qâ`im kami, Allah membangkitkan mereka maka mereka datang bersamanya menyambutnya serombongan-serombongan, maka ketika itu ragulah kaum yang batil hilanglah yang menghalalkan (muhillûn) dan sedikit apa yang mereka ada, celakalah khalayak dan selamat orang-orang yang didekati, karena itu Rasûlullâh saw berkata kepada 'Ali as, 'Engkau saudaraku dan tempat perjanjian (mî'âd ) antaraku dan engkau adalah Wadî Al-Salâm.' Dia berkata, 'Dan apabila di-ihtidhâr -kan orang yang tidak beriman (saat sakratul maut) datanglah Rasûlullâh saw dan 'Ali as, Jabra`îl as dan Malakul Maut as. Lalu 'Ali as mendekat kepadanya dan berkata, 'Yâ Rasûlallâh, orang ini membenci kita maka bencilah dia.' Maka Rasûlullâh saw berkata, 'Wahai Jabra`îl, orang ini membenci Allah, Rasul-Nya dan Ahlulbait Rasul-Nya, maka bencilah dia.' Maka berkata Jabra`îl, 'Wahai Malakul Maut, orang ini membenci Allah, Rasul-Nya dan Ahlulbait Rasul-Nya, maka bencilah dia dan berlaku kasarlah kepadanya.' Lalu Malakul Maut mendekatinya, maka dia berkata, 'Wahai hamba Allah, apakah kamu telah mengambil pembebasan dirimu, mengambil keamanan berlepas dirimu (dari musuh Allah, Rasul-Nya dan Ahlulbait Rasul-Nya) dan berpegang kepada 'ishmah yang paling besar di dalam kehidupan dunia?' Dia menjawab, 'Tidak.' Maka dia berkata, 'Gembiralah wahai musuh Allah dengan murka Allah, siksa-Nya dan api neraka. Adapun yang kamu takutkan maka telah turun kepadamu.' Lalu dia mencabut nyawanya dengan kasar, kemudian diserahkan kepada ruhnya tiga ratus setan, semuanya meludahi mukanya dan dia merasa kesakitan dengan ruhnya, maka apabila dia diletakkan di dalam kuburnya dibukakan sebuah pintu baginya dari pintu-pintu neraka, lalu masuk kepadanya nanahnya dan jilatan apinya."

عَنْ عَبْدِ الرَّحِيمِ قَالَ قُلْتُ لِأَبِي جَعْفَرٍ عليه السلام حَدَّثَنِي صَالِحُ بْنُ مِيثَمٍ عَنْ عَبَايَةَ الْأَسَدِيِّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلِيّاً ع يَقُولُ وَ اللَّهِ لَا يُبْغِضُنِي عَبْدٌ أَبَداً يَمُوتُ عَلَى بُغْضِي إِلَّا رَآنِي عِنْدَ مَوْتِهِ حَيْثُ يَكْرَهُ وَ لَا يُحِبُّنِي عَبْدٌ أَبَداً فَيَمُوتُ عَلَى حُبِّي إِلَّا رَآنِي عِنْدَ مَوْتِهِ حَيْثُ يُحِبُّ فَقَالَ أَبُو جَعْفَرٍ عليه السلام نَعَمْ وَ رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وآله بِالْيَمِينِ
Dari 'Abdurrahîm berkata: Saya bertanya kepada Abû Ja'far as, "Telah menyampaihkan hadîts kepadaku Shâlih bin Mîtsam dari 'Abâyah Al-Asadi bahwa dia telah mendengar 'Ali as berkata, "Demi Allah, tidak membenciku seorang hamba selamanya (lalu) dia mati atas kebencian kepadaku melainkan dia melihatku pada saat matinya yang dia tidak suka, dan tidak mencintaiku seorang hamba selamanya lalu dia mati di atas kecintaan kepadaku melainkan dia melihatku ketika matinya yang dia suka." Maka Abû Ja'far as berkata, "Ya, dan Rasûlullâh saw di sebelah kanan."

عَنْ يَحْيَى بْنِ سَابُورٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ ع يَقُولُ فِي الْمَيِّتِ تَدْمَعُ عَيْنُهُ عِنْدَ الْمَوْتِ فَقَالَ ذَلِكَ عِنْدَ مُعَايَنَةِ رَسُولِ اللَّهِ ص فَيَرَى مَا يَسُرُّهُ ثُمَّ قَالَ أَ مَا تَرَى الرَّجُلَ يَرَى مَا يَسُرُّهُ وَ مَا يُحِبُّ فَتَدْمَعُ عَيْنُهُ لِذَلِكَ وَ يَضْحَكُ
Dari Yahya bin Sâbûr berkata: Saya telah mendengar Abû 'Abdillâh as berkata tentang mayyit yang yang kelur air matanya ketika mati, maka beliau berkata, "Yang demikian itu ketika melihat Rasûlullâh saw lalu dia melihat yang menggembirakannya." Kemudian beliau berkata, "Tidakkah kamu perhatikan orang yang melihat perkara yang menyenangkan dan yang yang dicintainya suka mengalir air matanya karena itu (dia gembira) dan dia tertawa."

عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جُذَاعَةَ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ عليه السلام قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُولُ إِنَّ النَّفْسَ إِذَا وَقَعَتْ فِي الْحَلْقِ أَتَاهُ مَلَكٌ فَقَالَ لَهُ يَا هَذَا أَوْ يَا فُلَانُ أَمَّا مَا كُنْتَ تَرْجُو فَأْيَسْ مِنْهُ وَ هُوَ الرُّجُوعُ إِلَى الدُّنْيَا وَ أَمَّا مَا كُنْتَ تَخَافُ فَقَدْ أَمِنْتَ مِنْهُ
Dari 'Amir bin 'Abdullâh bin Judzâ'ah dari Abû 'Abdillâh as dia berkata: Saya telah mendengarnya berkata, "Sesungguhnya ruh jika sampai di kerongkongan, datanglah satu malak lalu dia berkata kepadanya, 'Wahai orang ini atau Wahai Fulân, adapun yang kamu inginkan maka berputus-asalah darinya yaitu ingin kembali ke dunia, dan adapun yang kamu takutkan maka sesungguhnya kamu telah aman darinya.'"

عَنْ عُقْبَةَ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ عليه السلام يَقُولُ إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا وَقَعَتْ نَفْسُهُ فِي صَدْرِهِ يَرَى قُلْتُ جُعِلْتُ فِدَاكَ وَ مَا يَرَى قَالَ يَرَى رَسُولَ اللَّهِ صلّى الله عليه وآله فَيَقُولُ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ أَنَا رَسُولُ اللَّهِ أَبْشِرْ ثُمَّ يَرَى عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ ع فَيَقُولُ أَنَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ الَّذِي كُنْتَ تُحِبُّهُ تُحِبُّ أَنْ أَنْفَعَكَ الْيَوْمَ قَالَ قُلْتُ لَهُ أَ يَكُونُ أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ يَرَى هَذَا ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى الدُّنْيَا قَالَ قَالَ لَا إِذَا رَأَى هَذَا أَبَداً مَاتَ وَ أَعْظَمَ ذَلِكَ قَالَ وَ ذَلِكَ فِي الْقُرْآنِ قَوْلُ اللَّهِ عَزَّ وَ جَلَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَ كانُوا يَتَّقُونَ. لَهُمُ الْبُشْرى فِي الْحَياةِ الدُّنْيا وَ فِي الْآخِرَةِ لا تَبْدِيلَ لِكَلِماتِ اللَّهِ
Dari 'Uqbah bahwa dia telah mendengar Abû 'Abdillâh as mengatakan, "Sesungguhnya orang apabila jiwanya telah ada di dadanya dia akan melihat." Saya bertanya, "Kujadikan diriku tebusanmu, apa yang dia lihat?" Dia berkata, "Dia melihat Rasûlullâh saw, lalu Rasûlullâh saw berkata kepadanya, 'Gembiralah kamu.' Kemudian dia melihat 'Ali bin Abî Thâlib as lalu dia berkata, 'Aku adalah 'Ali bin Abî Thâlib yang kamu cintai dan kamu suka, aku memberi manfaat pada hari ini." Saya bertanya kepadanya, "Apakah apabila seseorang melihat ini bisa kembali ke dunia?" Dia berkata, "Tidak, apabila orang melihat ini selalu terus meninggal dan (dia melihat) yang lebih agung dari itu." Dia berkata, "Dan yang demikian itu (terdapat) dalam Al-Quran firman Allah 'azza wa jalla, Orang-orang yang beriman dan mereka ber-taqwâ, bagi mereka kabar gembira di dalam kehidupan dunia dan di akhirat, tidak ada perubahan bagi kalimat Allah. "

عَنِ ابْنِ أَبِي يَعْفُورٍ قَالَ كَانَ خَطَّابٌ الْجُهَنِيُّ خَلِيطاً لَنَا وَ كَانَ شَدِيدَ النَّصْبِ لآِلِ مُحَمَّدٍ عليهم السلام وَ كَانَ يَصْحَبُ نَجْدَةَ الْحَرُورِيَّةَ قَالَ فَدَخَلْتُ عَلَيْهِ أَعُودُهُ لِلْخُلْطَةِ وَ التَّقِيَّةِ فَإِذَا هُوَ مُغْمًى عَلَيْهِ فِي حَدِّ الْمَوْتِ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ مَا لِي وَ لَكَ يَا عَلِيُّ فَأَخْبَرْتُ بِذَلِكَ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ عليه السلام فَقَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ عليه السلام رَآهُ وَ رَبِّ الْكَعْبَةِ رَآهُ وَ رَبِّ الْكَعْبَةِ
Dari Ibnu Abî Ya'fûr berkata: Adalah Khaththâb Al-Juhanni bergaul dengan kami dan dia sangat benci kepada Keluarga Muhammad as, dia menjaga Najdah Al-Harûriyyah. Dia (Ibnu Abî Ya'fûr) berkata, "Saya masuk kepadanya saya menengoknya demi pergaulan dan taqiyyah, maka ternyata dia pingsan dalam batasan kematian, lalu saya mendengarnya mengatakan, 'Apa hubunganku dan kamu wahai 'Ali.' Lalu saya kabarkan hal itu kepada Abû 'Abdillâh as, maka Abû 'Abdillâh as berkata, "Dia telah melihatnya dan demi pemilik Ka'bah dia telah melihatnya dan demi pemilik Ka'bah."

عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ عَوَّاضٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ عليه السلام يَقُولُ إِذَا بَلَغَتْ نَفْسُ أَحَدِكُمْ هَذِهِ قِيلَ لَهُ أَمَّا مَا كُنْتَ تَحْذَرُ مِنْ هَمِّ الدُّنْيَا وَ حُزْنِهَا فَقَدْ أَمِنْتَ مِنْهُ وَ يُقَالُ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وآله وَ عَلِيٌّ عليه السلام وَ فَاطِمَةُ عليها السلام أَمَامَكَ
Dari 'Abdul Hamîd bin 'Awwâdh telah berkata: Saya telah mendengar Abû 'Abdillâh as mengatakan, "Apabila jiwa telah sampai ke sini dikatakan kepadanya, 'Adapun yang kamu takutkan dari kesulitan dunia dan kesedihannya, maka sesungguhnya kamu telah aman darinya.' Dan dikatakan kepadanya, 'Rasûlullâh saw, 'Ali as dan Fâthimah as ada di depanmu."

عَنْ أَبِي حَمْزَةَ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا جَعْفَرٍ عليه السلام يَقُولُ إِنَّ آيَةَ الْمُؤْمِنِ إِذَا حَضَرَهُ الْمَوْتُ يَبْيَاضُّ وَجْهُهُ أَشَدَّ مِنْ بَيَاضِ لَوْنِهِ وَ يَرْشَحُ جَبِينُهُ وَ يَسِيلُ مِنْ عَيْنَيْهِ كَهَيْئَةِ الدُّمُوعِ فَيَكُونُ ذَلِكَ خُرُوجَ نَفْسِهِ وَ إِنَّ الْكَافِرَ تَخْرُجُ نَفْسُهُ سَلًّا مِنْ شِدْقِهِ كَزَبَدِ الْبَعِيرِ أَوْ كَمَا تَخْرُجُ نَفْسُ الْبَعِيرِ
Dari Abû Hamzah berkata: Saya telah mendengar Abû Ja'far as mengatakan, "Sesungguhnya di antara tanda-tanda orang itu beriman adalah apabila kedatangan kematian, akan menjadi putih mukanya dan sangat putih warnanya berkeringat dahinya mengalir dari matanya seperti bentuk air mata, maka ketika itu keluar jiwanya, dan sesungguhnya orang yang tidak beriman keluar jiwanya dari sudut mulutnya seperti buih unta atau seperti keluarnya jiwa unta."

عَنْ عَبْدِ الصَّمَدِ بْنِ بَشِيرٍ عَنْ بَعْضِ أَصْحَابِهِ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ عليه السلام قَالَ قُلْتُ أَصْلَحَكَ اللَّهُ مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ وَ مَنْ أَبْغَضَ لِقَاءَ اللَّهِ أَبْغَضَ اللَّهُ لِقَاءَهُ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ فَوَ اللَّهِ إِنَّا لَنَكْرَهُ الْمَوْتَ فَقَالَ لَيْسَ ذَلِكَ حَيْثُ تَذْهَبُ إِنَّمَا ذَلِكَ عِنْدَ الْمُعَايَنَةِ إِذَا رَأَى مَا يُحِبُّ فَلَيْسَ شَيْ‏ءٌ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ أَنْ يَتَقَدَّمَ وَ اللَّهُ تَعَالَى يُحِبُّ لِقَاءَهُ وَ هُوَ يُحِبُّ لِقَاءَ اللَّهِ حِينَئِذٍ وَ إِذَا رَأَى مَا يَكْرَهُ فَلَيْسَ شَيْ‏ءٌ أَبْغَضَ إِلَيْهِ مِنْ لِقَاءِ اللَّهِ وَ اللَّهُ يُبْغِضُ لِقَاءَهُ
Dari 'Abdush Shamad bin Basyîr dari sebagian sahabatnya dari Abû 'Abdillâh as dia berkata: Saya berkata, "Semoga Allah membaikanmu, siapa yang mencintai pertemuan dengan Allah, niscaya Allah suka bertemu dengannya, dan siapa yang benci pertemuan dengan Allah niscaya Allah tidak suka bertemu dengannya?" Dia berkata, "Ya." Saya berkata, "Maka demi Allah saya membenci kematian." Maka beliau berkata, "Bukan begitu maksudnya, sesungguhya hal itu ketika melihat, apabila dia melihat yang dia suka dan tidak ada sesuatu yang paling dia sukai selain dia maju (ingin segera mati), Allah yang maha tinggi menyukai pertemuannya ketika itu, dan jika dia melihat yang dia benci maka tidak ada sesuatu yang paling dia benci selain bertemu dengan Allah dan Allah pun membeci pertemuannya."

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ حَنْظَلَةَ قَالَ قُلْتُ لِأَبِي عَبْدِ اللَّهِ عليه السلام جُعِلْتُ فِدَاكَ حَدِيثٌ سَمِعْتُهُ مِنْ بَعْضِ شِيعَتِكَ وَ مَوَالِيكَ يَرْوِيهِ عَنْ أَبِيكَ قَالَ وَ مَا هُوَ قُلْتُ زَعَمُوا أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ أَغْبَطُ مَا يَكُونُ امْرُؤٌ بِمَا نَحْنُ عَلَيْهِ إِذَا كَانَتِ النَّفْسُ فِي هَذِهِ فَقَالَ نَعَمْ إِذَا كَانَ ذَلِكَ أَتَاهُ نَبِيُّ اللَّهِ وَ أَتَاهُ عَلِيٌّ وَ أَتَاهُ جَبْرَئِيلُ وَ أَتَاهُ مَلَكُ الْمَوْتِ عليهم السلام فَيَقُولُ ذَلِكَ الْمَلَكُ لِعَلِيٍّ عليه السلام يَا عَلِيُّ إِنَّ فُلَاناً كَانَ مُوَالِياً لَكَ وَ لِأَهْلِ بَيْتِكَ فَيَقُولُ نَعَمْ كَانَ يَتَوَلَّانَا وَ يَتَبَرَّأُ مِنْ عَدُوِّنَا فَيَقُولُ ذَلِكَ نَبِيُّ اللَّهِ لِجَبْرَئِيلَ فَيَرْفَعُ ذَلِكَ جَبْرَئِيلُ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَ جَلَّ
Dari Muhammad bin Hanzhalah berkata: Saya bertanya kepada Abû 'Abdillâh as, "Kujadikan diriku tebusanmu ada hadîts yang saya dengar dari sebagian pengikutmu dan para pencintamu dia meriwayatkan dari ayahmu." Dia berkata, "Apakah itu?" Saya berkata, "Mereka mengklaim bahwa dia mengatakan, 'Yang sangat disukai oleh seseorang dengan apa yang kami ada di atasnya apabila jiwa telah sampai di sini.'" Maka dia berkata, "Ya, apabila begitu datanglah kepadanya Nabi Allah, dan datanglah kepadanya 'Ali, dan datanglah kepadanya Jabra`îl, dan datanglah kepadanya Malakul Maut as, lalu Malakul Maut tersebut berkata kepada 'Ali as, 'Wahai 'Ali si Fulân mencintaimu dan mencintai Ahlulbaitmu?' Dia berkata, 'Ya, dia memihak kami dan berlepas diri dari musuh kami.' Maka Nabi Allah mengatakan itu pula kepada Jabra`îl, dan Jabra`îl mengangkatnya kepada Allah 'azza wa jalla."

عَنْ جَارُودِ بْنِ الْمُنْذِرِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ عليه السلام يَقُولُ إِذَا بَلَغَتْ نَفْسُ أَحَدِكُمْ هَذِهِ وَ أَوْمَأَ بِيَدِهِ إِلَى حَلْقِهِ قَرَّتْ عَيْنُهُ
Dari Jârûd bin Al-Mundzir berkata: Saya telah mendengar Abû 'Abdillâh as mengatakan, "Apabila jiwa salah seorang dari kamu telah sampai ke sini---dan dia menunjuk dengan tangannya kepada kerongkonganya---maka sejuklah matanya (bagi orang yang beriman)."

عَنْ أَبِي بَصِيرٍ قَالَ قُلْتُ لِأَبِي عَبْدِ اللَّهِ عليه السلام قَوْلُهُ عَزَّ وَ جَلَّ فَلَوْ لا إِذا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ إِلَى قَوْلِهِ إِنْ كُنْتُمْ صادِقِينَ فَقَالَ إِنَّهَا إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ ثُمَّ أُرِيَ مَنْزِلَهُ مِنَ الْجَنَّةِ فَيَقُولُ رُدُّونِي إِلَى الدُّنْيَا حَتَّى أُخْبِرَ أَهْلِي بِمَا أَرَى فَيُقَالُ لَهُ لَيْسَ إِلَى ذَلِكَ سَبِيلٌ
Dari Abû Bashîr berkata: Saya bertanya kepada Abû 'Abdillâh as tentang firman-Nya 'azza wa jalla, Maka apbila telah sampai kepada kerongkongan sampai firman-Nya, apabila kamu orang-orang yang benar. Maka beliau berkata, "Sesungguhnya ia (ruh) apabila telah sampai di kerongkongan, kemudian diperlihatkan kepadanya tempat tinggalnya dari surga, lalu dia berkata, 'Kembalikanlah aku ke dunia sehingga aku kabarkan kepada keluargaku apa yang aku lihat.' Maka dikatakan kepadanya, 'Tidak ada jalan (lagi) ke situ."

Sifat Pencabutan Nyawa (Naz')
قال أمير المؤمنين علي بن أبي طالب عليه السلام في صفة المأخوذين : اجْتَمَعَتْ عَلَيْهِمْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ وَ حَسْرَةُ الْفَوْتِ فَفَتَرَتْ لَهَا أَطْرَافُهُمْ وَ تَغَيَّرَتْ لَهَا أَلْوَانُهُمْ ثُمَّ ازْدَادَ الْمَوْتُ فِيهِمْ وُلُوجاً فَحِيلَ بَيْنَ أَحَدِهِمْ وَ بَيْنَ مَنْطِقِهِ وَ إِنَّهُ لَبَيْنَ أَهْلِهِ يَنْظُرُ بِبَصَرِهِ وَ يَسْمَعُ بِأُذُنِهِ عَلَى صِحَّةٍ مِنْ عَقْلِهِ وَ بَقَاءٍ مِنْ لُبِّهِ يُفَكِّرُ فِيمَ أَفْنَى عُمُرَهُ وَ فِيمَ أَذْهَبَ دَهْرَهُ وَ يَتَذَكَّرُ أَمْوَالًا جَمَعَهَا أَغْمَضَ فِي مَطَالِبِهَا وَ أَخَذَهَا مِنْ مُصَرَّحَاتِهَا وَ مُشْتَبِهَاتِهَا قَدْ لَزِمَتْهُ تَبِعَاتُ جَمْعِهَا وَ أَشْرَفَ عَلَى فِرَاقِهَا تَبْقَى لِمَنْ وَرَاءَهُ يَنْعَمُونَ فِيهَا وَ يَتَمَتَّعُونَ بِهَا فَيَكُونُ الْمَهْنَأُ لِغَيْرِهِ وَ الْعِبْ‏ءُ عَلَى ظَهْرِهِ وَ الْمَرْءُ قَدْ غَلِقَتْ رُهُونُهُ بِهَا فَهُوَ يَعَضُّ يَدَهُ نَدَامَةً عَلَى مَا أَصْحَرَ لَهُ عِنْدَ الْمَوْتِ مِنْ أَمْرِهِ وَ يَزْهَدُ فِيمَا كَانَ يَرْغَبُ فِيهِ أَيَّامَ عُمُرِهِ وَ يَتَمَنَّى أَنَّ الَّذِي كَانَ يَغْبِطُهُ بِهَا وَ يَحْسُدُهُ عَلَيْهَا قَدْ حَازَهَا دُونَهُ فَلَمْ يَزَلِ الْمَوْتُ يُبَالِغُ فِي جَسَدِهِ حَتَّى خَالَطَ لِسَانُهُ سَمْعَهُ فَصَارَ بَيْنَ أَهْلِهِ لَا يَنْطِقُ بِلِسَانِهِ وَ لَا يَسْمَعُ بِسَمْعِهِ يُرَدِّدُ طَرْفَهُ بِالنَّظَرِ فِي وُجُوهِهِمْ يَرَى حَرَكَاتِ أَلْسِنَتِهِمْ وَ لَا يَسْمَعُ رَجْعَ كَلَامِهِمْ ثُمَّ ازْدَادَ الْمَوْتُ الْتِيَاطاً بِهِ فَقُبِضَ بَصَرُهُ كَمَا قُبِضَ سَمْعُهُ وَ خَرَجَتِ الرُّوحُ مِنْ جَسَدِهِ فَصَارَ جِيفَةً بَيْنَ أَهْلِهِ
Amîrul Mu`minîn ‘Ali bin Abî Thâlib as berkata mengenai sifat orang-orang yang dicabut nyawanya, "Menyatu atas mereka sakratul maut dan penyesalan terhadap apa yang telah luput, meregang anggota-anggota tubuh mereka, berubah warna-warna kulit mereka, kemudian kematian bertambah mencengkeram mereka, sehingga terhalanglah di antara salah seorang dari mereka dengan perkataannya, Baginya nyata keluarganya, dia melihat dengan penglihatannya, dia mendengar dengan telinganya, dengan sehat akalnya dan lubuk hatinya. Dia teringat tentang usia yang dihabiskannya dan tentang kesempatan yang dipergunakannya, dia teringat harta benda yang dikumpulkannya dan dia telah mengha-biskan waktu dalam pencariannya, dia telah mengambilnya yang jelasnya dan yang samarnya, sampai keletihan menyertainya dalam pengumpulannya. Dan kini dia hampir berpisah dengannya, tinggal orang-orang yang di belakangnya yang akan menikmatinya dan bersenang-senang dengannya, maka dia adalah manusia yang menyiapkan bekal bagi orang lain, sedangkan beban setelahnya ada pada punggungnya, dan terkadang manusia itu menutup usianya dengannya sedangkan dia menggigit jarinya dengan penyesalan pada saat kematian secara jelas datang kepadanya. Dia berlaku hemat dalam (pemanfaatan harta) yang dia cintai selama hidupnya, dan dia berangan-angan bahwa harta yang (tadinya) dia ingin seperti orang lain dengan harta itu yang dia cari untuk dirinya. Maka senantiasa kematian meliputi jasadnya sehingga lidahnya bercampur dengan pendengarannya yang tidak lama lagi dia akan menjadi mayyit yang tergeletak di antara keluarganya. Saat pencabutan nyawa, dia tidak bisa berbicara dengan lidahnya dan tidak dapat mendengar dengan telinganya, namun dia terbelalak dengan penglihatannya dan melihat muka-muka mereka yang hadir, dia melihat gerakan-gerakan lidah mereka, tetapi dia tidak bisa mendengar ucapan mereka, kemudian kematian bertambah lekat dengannya, lalu dipegang penglihatannya sebagaimana digenggam pendengarannya dan keluarlah ruh dari jasadnya, lalu dia menjadi bangkai di antara keluarganya."

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ : أَدْنَى جَبَذَاتِ الْمَوْتِ بِمَنْزِلَهِ مِائَةِ ضَرْبَةٍ بِالسَّيْفِ
Rasûlullâh saw berkata, "Serendah-rendahnya renggutan kematian itu (pencabutan nyawa) seperti seratus tikaman dengan pedang."

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ : إِنَّ أَهْوَنَ الْمَوْتِ بِمَنْزِلَهِ حَسَكَةٍ فِي صُوفٍ فَهَلْ تُخْرُجُ الْحَسَكَةُ مِنَ الصُّوفِ إِلاَّ وَمَعَهَا صُوْفٌ
Rasûlullâh saw telah berkata, "Sesungguhnya serendah-rendahnya rasa kematian itu seperti (dahan) pohon yang berduri di dalam lilitan bulu, maka (dahan) pohon itu tidak keluar dari dalam lilitan bulu itu selain membawa sedikit bulu."
   
عَنِ الصَّادِقِ عَنْ آبَائِهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ : لَوْ أَنَّ البَهَائِمَ يَعْلَمُونَ مِنَ الْمَوْتِ ما تَعْلَمُونَ أَنْتُمْ مَا أَكَلْتُمْ مِنْهَا سَمِيْنًا.
Dari Al-Shâdiq dari ayah-ayahnya as berkata: Rasulullah saw telah berkata, "Kalaulah binatang-binatang ternak itu mengetahui kematian sebagaimana yang diketahui kalian, pasti kalian tidak akan pernah memakan darinya hewan yang gemuk."
   
    قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : فَإِنَّكُمْ لَوْ قَدْ عَايَنْتُمْ مَا قَدْ عَايَنَ مَنْ مَاتَ مِنْكُمْ لَجَزِعْتُمْ وَ وَهِلْتُمْ وَ سَمِعْتُمْ وَ أَطَعْتُمْ وَ لَكِنْ مَحْجُوبٌ عَنْكُمْ مَا قَدْ عَايَنُوا وَ قَرِيبٌ مَا يُطْرَحُ الْحِجَابُ
Amîrul Mu`minîn as berkata, "Maka sungguh, kalaulah kamu melihat apa yang dilihat orang yang mati di antara kamu, niscaya kamu akan berkeluh-kesah dan ketakutan, dan pasti kamu akan mendengar dan taat (kepada Allah, Rasul dan Ahlulbait), namun hal itu terhalang bagi kamu dari apa yang mereka lihat, dan tidak lama lagi tirai itu akan dibukakan."

Hal-hal yang Meringankan Kematian
    عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ : لِرَجُلٍ وَ هُوَ يُوْصِيْهِ أَقْلِلْ مِنَ الشَّهَوَاتِ يَسْهَلْ عَلَيْكَ الْفَقْرُ وَ أَقْلِلْ مِنَ الذُّنُوبِ يَسْهَلْ عَلَيْكَ الْمَوْتُ وَ قَدِّمْ مَالَكَ أَمَامَكَ يَسُرَّكَ اللِّحَاقُ بِهِ
Dari Abû Dzarr ra berkata: Rasûlullâh saw telah berkata kepada seseorang dan dia berwasiat kepadanya, "Sedikitkanlah dari syahwat-syahwat, niscaya akan terasa ringan atasmu  kemiskinan, dan sedikitkanlah dosa-dosa, niscaya akan mudahlah atasmu kematian, dan persembahkanlah hartamu di hadapanmu (infâqkanlah, atau sedekahkanlah), niscaya hal itu akan menyenang-kanmu untuk menyusulnya."
   
    قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : شَوِّقُوا أَنْفُسَكُمْ إِلَى نَعِيْمِ الْجَنَّةِ تُحِبُّوا الْمَوْتَ وَ تَمْقُتُوا الْحَيَاةَ
Amîrul Mu`minîn as berkata, "Rindukanlah dirimu kepada kenikmatan surga, niscaya kamu akan suka kematian dan benci kehidupan."

    عَنِ الرِّقِّيِّ عَنِ الصَّادِقِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ : مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُخَفِّفَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ عَنْهُ سَكَرَاتِ الْمَوْتِ فَلْيَكُنْ لِقَرَابَتِهِ وُصُولاً وَ بِوَالِدَيْهِ بَارًّا فَإِذَا كَانَ كَذَلِكَ هَوَّنَ اللهُ عَلَيْهِ سَكَرَاتِ الْمَوْتِ وَ لَمْ يُصِبْهُ فِي حَيَاتِهِ فَقْرٌ أَبَدًا
Dari Al-Riqqi dari Al-Shâdiq as berkata, "Siapa yang ingin diringankan Allah 'azza wa jalla sakratul maut -nya, maka hendaklah dia menjadi penyambung bagi kerabatnya dan berbuat baik kepada kedua orang tuanya, jika dia demikian, niscaya Allah meringankan sakratul maut atasnya, dan dalam hidupnya dia tidak ditimpa oleh kemiskinan untuk selamanya."

Apabila Orang Susah Mati
Apabila orang susah meninggalnya, maka bawalah dia ke tempat shalatnya agar mudah wafat.  

عَنْ ذَرِيحٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ يَقُولُ قَالَ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ إِنَّ أَبَا سَعِيْدٍ الْخُدْرِيَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ كَانَ مُسْتَقِيماً فَنَزَعَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَغَسَّلَهُ أَهْلُهُ ثُمَّ حُمِلَ إِلَى مُصَلَّاهُ فَمَاتَ فِيْهِ
Dari Dzarîh berkata: Saya mendengar Abû ‘Abdillâh as berkata: ‘Ali bin Al-Husain as telah berkata, "Sesungguhnya Abû Sa'îd Al-Khudri dia adalah dari sahabat Rasûlullâh saw, dia sakit, lalu saat naza' tiga hari, maka keluarganya memandikannya, kemudian dia dibawa ke tempat shalatnya, lantas dia meninggal padanya."

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سِنَانٍ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ إِذَا عَسُرَ عَلَى الْمَيِّتِ مَوْتُهُ وَ نَزْعُهُ قُرِّبَ إِلَى مُصَلَّاهُ الَّذِي كَانَ يُصَلِّي فِيْهِ
Dari ‘Abdullâh bin Sinân, dari Abû ‘Abdillâh as berkata, "Apabila sulit atas orang yang hendak meninggal kematiannya dan pencabutan ruhnya, dekatkanlah ke tempat shalatnya yang dia biasa shalat padanya."

عَنْ زُرَارَةَ قَالَ إِذَا اشْتَدَّتْ عَلَيْهِ النَّزْعُ فَضَعْهُ فِي مُصَلَّاهُ الَّذِي كَانَ يُصَلِّي فِيهِ أَوْ عَلَيْهِ
Zurârah berkata, "Jika sangat keras atasnya pencabutan ruhnya, maka letakkanlah dia di tempat shalatnya yang biasa dia shalat padanya atau atasnya."

عَنْ سُلَيْمَانَ الْجَعْفَرِيِّ قَالَ رَأَيْتُ أَبَا الْحَسَنِ يَقُولُ لِابْنِهِ الْقَاسِمِ قُمْ يَا بُنَيَّ فَاقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِ أَخِيكَ وَ الصَّافَّاتِ صَفّاً حَتَّى تَسْتَتِمَّهَا فَقَرَأَ فَلَمَّا بَلَغَ أَ هُمْ أَشَدُّ خَلْقاً أَمْ مَنْ خَلَقْنا قَضَى الْفَتَى فَلَمَّا سُجِّيَ وَ خَرَجُوا أَقْبَلَ عَلَيْهِ يَعْقُوبُ بْنُ جَعْفَرٍ فَقَالَ لَهُ كُنَّا نَعْهَدُ الْمَيِّتَ إِذَا نُزِلَ بِهِ يُقْرَأُ عِنْدَهُ يس. وَ الْقُرْآنِ الْحَكِيمِ وَ صِرْتَ تَأْمُرُنَا بِالصَّافَّاتِ فَقَالَ يَا بُنَيَّ لَمْ يَقْرَأْ عَبْدٌ مَكْرُوبٌ مِنْ مَوْتٍ قَطُّ إِلَّا عَجَّلَ اللَّهُ رَاحَتَهُ
Dari Sulaimân Al-Ja‘fari berkata: Saya telah melihat Abû Al-Hasan (Imam Mûsâ Al-Kâzhim as) berkata kepada putranya Al-Qâsim: "Bangkitlah wahai anakku, lalu bacakan di sisi kepala saudaramu Wash Shãffâti shaffâ (sûrah Al-Shãffât) sampai kamu menamatkannya." Lalu dia membaca, maka tatkala sampai pada ayat A hum asyaddu khalqan amman khalaqnâ , pemuda itu meninggal, maka tatkala jenazahnya ditutup kain dan mereka keluar, Ya‘qûb bin Ja‘far menghadap kepadanya, lalu dia berkata kepadanya: Kami memperhatikan manusia yang akan meninggal, apabila kematian telah turun, dibacakan di sisinya (sûrah) Yâsîn, wal qur-ãnil hakîm , dan engkau menyuruh kami dengan (sûrah) Al-Shãffât. Maka beliau berkata, "Wahai anakku, tidak dibacakan kepada hamba yang kesulitan dari kematian, melainkan Allah segerakan rehatnya."

Jâriyah yang Mengikuti Manusia setelah Matinya
Amal jâriyah adalah amal yang mengalir pahalanya bagi orang yang telah meninggal selama bekas-bekasnya masih ada dan digunakan.

    قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وآله : يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلاَثَةٌ: أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ, فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى وَاحِدٌ, يَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَ يَبْقَى عَمَلُهُ
Rasûlullâh saw berkata, "Ada tiga perkara yang mengikuti mayyit: (1) Keluarganya, (2) hartanya dan (3) amalnya. Kemudian yang dua kembali lagi, dan yang tinggal satu. Kembali lagi keluarga dan hartanya dan yang tinggal adalah amalnya."
   
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وآله: إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنُ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ, وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ, أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ, أَوْ بَيْتًا لابْنِ السَّبِيْلِ بَنَاهُ, أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ, أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهُ مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ تَلْحَقُهُ بَعْدَ مَوْتِهِ
Rasûlullâh saw berkata, "Sesungguhnya di antara yang akan disusul orang yang beriman dari amalnya dan kebaikannya setelah kematiannya adalah ilmunya yang diajarkannya serta disebarkannya, anaknya yang saleh yang dia tinggalkan, masjid yang dia bangun, rumah yang dia bangun untuk persinggahan para musâfir, sungai yang dia alirkan, sedekah yang dia keluarkan dari hartanya pada saat sehatnya dan hidupnya yang akan menyusulnya setelah matinya."
   
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وآله : أَرْبَعَةٌ تَجِرِي عَلَيْهِمِ أُجُورُهُمْ بَعْدَ الْمَوْتِ: رَجُلٌ مَاتَ مُرَابِطًا فِي سَبِيْلِ اللهِ, وَ رَجُلٌ عَلَّمَ عِلْمًا فَأَجْرُهُ يَجْرِي عَلَيْهِ مَا عُمِلَ بِهِ, وَرَجُلٌ أَجْرَى صَدَقَةً فَأَجْرُهُ لَهُ مَا جَرَتْ, وَرَجُلٌ تَرَكَ وَلَدًا صَالِحًا يَدْعُو لَهُ
Rasûlullâh saw berkata, "Ada empat perkara yang mengalir kepada mereka pahalanya setelah kematian: (1) Orang yang meninggal karena telah mengikatkan diri dalam jihad (perang) di jalan Allah, (2) orang yang mengajarkan ilmu maka pahalanya mengalir kepadanya, (3) orang yang mengalirkan sedekah, maka pahala sedekahnya mengalir kepadanya dan (4) orang yang meninggalkan anak yang saleh yang mendoakannya."
   
    عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ عَمَّارٍ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ لَا يَتْبَعُ الرَّجُلَ بَعْدَ مَوْتِهِ إِلَّا ثَلَاثُ خِصَالٍ صَدَقَةٌ أَجْرَاهَا لِلَّهِ فِي حَيَاتِهِ فَهِيَ تَجْرِي لَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ وَ سُنَّةُ هُدًى سَنَّهَا فَهِيَ يُعْمَلُ بِهَا بَعْدَ وَفَاتِهِ وَ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ
Dari Ishâq bin 'Ammâr dari Abû 'Abdillâh as berkata, "Tidak mengikuti orang setelah matinya selain tiga perkara: Sede-kah yang dia alirkan karena Allah di dalam hidupnya, maka ia me-ngalir baginya setelah matinya, sunnat petunjuk yang dia sunnah-kan, lalu ia diamalkan denganya setelah wafatnya, dan anak yang saleh yang berdoa untuknya."

عَنِ الْحَلَبِيِّ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ لَيْسَ يَتْبَعُ الرَّجُلَ بَعْدَ مَوْتِهِ مِنَ الْأَجْرِ إِلَّا ثَلَاثُ خِصَالٍ صَدَقَةٌ أَجْرَاهَا فِي حَيَاتِهِ فَهِيَ تَجْرِي بَعْدَ مَوْتِهِ وَ صَدَقَةٌ مَبْتُولَةٌ لَا تُورَثُ أَوْ سُنَّةُ هُدًى يُعْمَلُ بِهَا بَعْدَهُ أَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ
Dari Al-Halabi dari Abû 'Abdillâh as berkata, "Tidak ada pahala yang mengikuti orang setelah matinya selain tiga perkara: Sedekah yang dia alirkan pada waktu hidupnya, maka ia mengalir setelah matinya, sedekah mabtûlah (waqaf) yang tidak diwariskan, atau sunnah petunjuk yang dengannya diamalkan setelahnya, atau anak yang saleh yang berdoa baginya."

عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ عَمَّارٍ قَالَ قُلْتُ لِأَبِي عَبْدِ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ مَا يَلْحَقُ الرَّجُلَ بَعْدَ مَوْتِهِ فَقَالَ سُنَّةٌ سَنَّهَا يُعْمَلُ بِهَا بَعْدَ مَوْتِهِ فَيَكُونُ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْتَقِصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْ‏ءٌ وَ الصَّدَقَةُ الْجَارِيَةُ تَجْرِي مِنْ بَعْدِهِ وَ الْوَلَدُ الصَّالِحُ يَدْعُو لِوَالِدَيْهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا وَ يَحُجُّ وَ يَتَصَدَّقُ عَنْهُمَا وَ يُعْتِقُ وَ يَصُومُ وَ يُصَلِّي عَنْهُمَا فَقُلْتُ أُشْرِكُهُمَا فِي حَجِّي قَالَ نَعَمْ
Dari Mu'âwiyah bin 'Ammâr berkata: Saya berkata kepada Abû 'Abdillâh as, "Apa yang menyusul manusia setelah kematiannya?" Maka beliau berkata, "Sunnah (cara yang baik) yang dia perbuat yang dengannya diamalkan orang setelah matinya, maka dia akan mendapatkan semisal pahala orang-orang yang mengamalkannya dengannya tanpa berkurang sedikit pun dari pahala mereka, sedekah yang jâriyah (yang mengalir) yang mengalir setelahnya, anak yang saleh yang berdoa bagi kedua orang tuanya setelah mereka mati, haji yang dia bersedekah atas nama mereka berdua, memerdekakan hamba, puasa dan shalat atas namanya." Saya berkata, "Saya dapat menyertakan mereka dalam hajiku?" Beliau berkata, "Ya."

عَنْ أَبِي كَهْمَسٍ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ سِتَّةٌ تَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ بَعْدَ وَفَاتِهِ وَلَدٌ يَسْتَغْفِرُ لَهُ وَ مُصْحَفٌ يُخَلِّفُهُ وَ غَرْسٌ يَغْرِسُهُ وَ قَلِيبٌ يَحْفِرُهُ وَ صَدَقَةٌ يُجْرِيهَا وَ سُنَّةٌ يُؤْخَذُ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ
Dari Abû Kahmas dari Abû 'Abdillâh as berkata, "Ada enam perkara yang menyusul orang yang beriman setelah wafatnya: (1) Anak yang memintakan ampunan baginya (bagi kedua orang tuanya), (2) mushhaf (kitab suci Al-Quran) yang ditinggal-kannya (yang dibaca orang lain), (3) tananam yang ditanamnya, (4) sedekah air yang dia alirkan, (5) sumur yang dia gali, dan (6) sunnah (cara yang baik) yang dengannya diamalkan orang setelahnya."  

Perkara setelah Kematian
    قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وآله : كَفَى بِالْمَوْتِ طَامَّةً يَا جَبْرَئِيْلُ! فَقَالَ جَبْرَئِيْلُ: إِنَّ مَا بَعْدَ الْمَوْتِ أَطَمُّ وَأَطَمُّ مِنَ الْمَوْتِ
Rasûlullâh saw berkata, "Cukuplah kematian itu sebagai thãmmah (perkara yang besar) wahai Jabra`îl. Lalu Jabra`îl berkata, 'Sesungguhnya perkara setelah kematian lebih besar lagi dan lebih besar dari kematian."
   
    قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ: يَا عِبَادَ اللهِ مَا بَعْدَ الْمَوْتِ لِمَنْ لاَ يُغْفَرُ لَهُ أَشَدُّ مِنَ الْمَوْتِ الْقَبْرُ فَاحْذَرُوا ضِيْقَهُ وَ ضَنْكَهُ وَ ظُلْمَتَهُ وَ غُرْبَتَهُ
Amîrul Mu`minîn as telah berkata, "Wahai hamba-hamba Allah, perkara setelah kematian bagi orang yang tidak mendapatkan pengampunan lebih keras dari kematian. Tentang kubur, maka takutilah sempitnya, sesaknya, gelap-gulitanya dan asingnya."

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وآله: لَمْ يَلْقَ ابْنُ آدَمَ شَيْئًا قَطُّ مُنْذُ خَلَقَهُ اللهُ أَشَدَّ عَلَيْهِ مٍنَ الْمَوْتِ, ثُمَّ إِنَّ الْمَوْتَ لأَهْوَنُ مِمَّا بَعْدَهُ
Rasûlullâh saw berkata, "Anak Ãdam (manusia) tidak menjumpai sesuatu pun yang lebih keras (dirasakan) atasnya sejak Allah menciptakannya selain kematian, kemudian sesungguhnya kematian itu lebih ringan dari masalah-masalah yang datang setelahnya."

Kaduhung Tara Ti Heula


Kaduhung datang ka urang sadaya saparantos urang mendakan kapeurih anu rongkah, sareng kasangsaraan anu dahsyat sebage akibat tina amal anu jahat, sok komo deui saparantos datangna maot anu henteu aya deui waktos kanggo tobat sareng memeres diri, kantung rasa kaduhung anu teu aya gunana.

Seueur katerangan anu ngungkapkeun rasa kaduhungna manusia-manusa nu ngamomorekeun kawajiban-kawajiban anu diungkapkan ku Allah ‘azza wa jalla dina Al-Quran sareng dina sunnah-sunnah Rasûl-Na. Dawuhan Allah ‘azza wa jalla dina sababaraha ayat:

     وَ أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْ لاَ أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيْبٍ فَأَصَدَّقَ وَ أَكُنْ مِنَ الصَّالِحِيْنَ 
Jeung infâq-keun tina sabagian rezeki anu geus dibikeun ku Kami ka maraneh samemeh datang maot ka salah saurang ti antara maraneh, tuluy engke manehna nyarita, “He Pangeran abdi, mugi Anjeun nangguhkeun abdi sakedap mah supados abdi bisa sedekah sareng jadi ti antawis jalma-jalma anu sae.”   

وَ لاَ يَسْأَلُ حَمِيْمٌ حَمِيْمًا. يُبَصَّرُونَهُمْ يَوَدُّ الْمُجْرِمُ لَوْ يَفْتَدِي مِنْ عَذَابِ يَوْمِئِذٍ بِبَنِيهِ. وَصَاحِبَتِهِ وَ أَخِيْهِ. وَ فَصِيْلَتِهِ الَّتِي تُؤْوِيْهِ. وَ مَنْ فِي الأَرْضِ جَمِيْعًا ثُمَّ يُنْجِيْهِ 
Sareng henteu aya hiji sobat oge anu nanya sobatna, nalika maranehna saling nempo. Jalma anu doraka eta hayang pisan saupamana manehna bisa nebus (dirina) tina siksa poe eta ku anak-anakna, pamajikanana, dulurna, kulawargana anu sok nangtayunganana (di dunya), jeung jalma-jalma nu aya di luhur bumi sakabehna, tuluy bisa nyalametkeun manehna.  

إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَ رَأَوُا الْعَذَابَ وَ تَقَطَّعَتْ بِهِمُ الأَسْبابُ.وَ قَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّؤُا مِنَّا كَذَلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ وَ مَا هُمْ بِخَارِجِيْنَ مِنَ النَّارِ 
Sing inget nalika manusa-manusa nu dituturkeun eta (pamarentah atawa ulama) lulubaran ti jalma-jalma nu nuturkeunana (rahayat jeung manusa nu awam), jeung maranehana nempo siksa; jeung sagala hubungan ti antara maranehna pegat. Jeung nyarita manusa-manusa anu nuturkeun (rahayat atawa, jelema-jelema awam), “Saupamana kami bisa balik deui (ka dunya), pasti kami bakal lulubaran ti maranehna sekumaha maranehna geus lulubaran ti kami.” Tah kitu Allah nembongkeun ka maranehna amal pagaweanana ngarupakeun rasa kaduhung anu kacida keur maranehna, jeung maranehna moal bisa kaluar ti naraka.  

يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَ أَطَعْنَا الرَّسُولاَ. وَ قَالُوا رَبَّنا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَ كُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيْلاَ. رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَ الْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيْرًا 
Dina poean nalika beungeut-beungeut maranehna dibulak-balikkeun dina seuneu naraka, maranehna nyarita, “Duh kacida untungna saupamana kami ta‘at ka Allah jeung ta‘at ka Rasûl.” Jeung maranehna nyarita, “He Pangeran abdi sadaya, saestuna abdi sadaya parantos ta‘at ka pamingpin-pamingpin abdi sadaya sareng pangagung-pangagung abdi sadaya, teras maranehna nyasarkeun abdi sadaya tina jalan anu leres. He Pangeran anu ngatur abdi sadaya, tibankeun ka maranehna siksaan dua kali lipet sareng mugi Anjeun ngalaknat maranehna ku laknat nu ageung.”  

يَا حَسْرَةً عَلَى الْعِبَادِ مَا يَأْتِيْهِمْ مِنْ رَسُولٍ إِلاَّ كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ 
Kacida gedena rasa kaduhung anu ngeunaan hamba-hamba eta, teu datang ka maranehna hiji rasûl oge, kajaba maranehna ngajadikeunana bahan gogonjakan. 

لِلَّذِينَ اسْتَجابُوا لِرَبِّهِمُ الْحُسْنَى وَ الَّذِينَ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَهُ لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الأَرْضِ جَمِيعًا وَ مِثْلَهُ مَعَهُ لاَفْتَدَوْا بِهِ أُولَئِكَ لَهُمْ سُوءُ الْحِسَابِ وَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَ بِئْسَ الْمِهَادُ 
Keur jalma-jalma anu ngalaksanakeun parentah Pangeranna (aya pahla) nu kacida hadena. Jeung jalma-jalma anu teu ngalaksanakeun parentah-Na saupamana maranehna ngabogaan kakayaan nu aya di bumi jeung (ditambah) samisalna, tangtu maranehna nebus dirina ku eta harta-kakayaan, maranehna bakal meunang balitungan anu kacida gorengna, jeung tempat cicing maranehna naraka Jahannam, jeung eta teh tempat tumetep anu pang goreng-gorengna. 

وَ لَوْ أَنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَ مِثْلَهُ مَعَهُ لاَفْتَدَوْا بِهِ مِنْ سُوءِ الْعَذابِ يَوْمَ الْقِيامَةِ وَ بَدَا لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مَا لَمْ يَكُونُوا يَحْتَسِبُونَ 
Jeung saupamana manusa-manusa nu dolim eta ngabogaan naon-naon anu aya di ieu bumi sakabehna jeung (ditambah) deui sakitu, tangtu maranehna bakal nebus dirina ku eta harta tina siksa nu goreng dina poe kiamat, jeung nyata keur maranehna (siksa) ti Allah anu can pernah kabayangkeun ku maranehna.  

قَالَ رَبِّ لِمَا حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَ قَدْ كُنْتُ بَصِيْرًا. قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيْتَهَا وَ كَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى 
Manehna nyarita, “He Pangeran nu ngatur abdi, naon margina Anjeun ngempelkeun abdi dina kaayaan lolong, padahal abdi pernah ningal?” Anjeunna ngadawuh, Tah kitu, naha lain pernah datang ka maneh ayat-ayat Kami, tapi maneh mopohokeunana, jeung nya kitu deui dina ieu poe maneh dipohokeun.  

وَ لَوْ أَنَّ لِكُلِّ نَفْسٍ ظَلَمَتْ مَا فِي اْلأَرْضِ لاَفْتَدَتْ بِهِ وَ أَسَرُّوا النَّدَامَةَ لَمَّا رَأَوُا الْعَذَابَ وَ قُضِيَ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ وَ هُمْ لاَ يُظْلَمُوْنَ
Jeung lamun satiap diri nu dolim eta ngabogaan sakabeh nu aya di bumi, pasti manehna nebus dirina ku eta harta, jeung manehna nyumputkeun rasa kaduhung nalika manehna nempo siksa, jeung diputuskeun perkara ti antara maranehna kalawan adil sedeng maranehna teu dikaniaya.  

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : يَا ابْنَ مَسْعُودٍ أَكْثِرْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَ الْبِرِّ فَإِنَّ الْمُحْسِنَ وَ الْمُسِيْ‏َءَ يَنْدَمَانِ, يَقُولُ الْمُحْسِنُ يَا لَيْتَنِي ازْدَدْتُ مِنَ الْحَسَنَاتِ وَ يَقُولُ الِمُسِيْ‏ءُ قَصَّرْتُ, وَ تَصْدِيْقُ ذَلِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى وَ لاَ أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ 
Rasûlullâh saw ngadawuh, “He Ibnu Mas‘ud, seueurkeun amal saleh sareng kasaean, sabab jalma nu midamel amal saleh sareng jalma anu midamel amal salah bakal sami-sami kaduhung. Nyarios jalma anu ngalakukeun kasaean, 'Duh hanjakal sakintenna abdi tiasa nambihan kasaean-kasaean eta.' Sareng jalma anu midamel kaawonan nyarios, 'Kaduhung teuing abdi tos ngamomorekeun kawajiban-kawajiban.' Sareng dalilna nu kitu teh nyaeta dawuhan Allah, Kula sumpah ku jiwa nu kacida kaduhungna (lawwâmah).”  

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : مَا مِنْ أحَدٍ يَمُوْتُ إِلاَّ نَدِمَ, إِنْ كَانَ مُحْسِنًا نَدِمَ أَنْ لاَ يَكُونَ ازْدَادَ, وَ إِنْ كَانَ مُسِيْئًا نَدِمَ أنْ لاَ يَكُونَ نَزَعَ 
Rasûlullâh saw ngadawuh, “Teu aya hiji jalma oge anu maot, anging anjeunna kaduhung. Upami anjeunna jalma nu midamel kasaean, anjeunna kaduhung kunaon teu seueur midamel kasaeanana, sareng upami anjeunna jalma nu ngalakukeun dosa, anjeunna kaduhung yen manehna teu ninggalkeun eta dosa.”   

قال رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : وَ شَرُّ النَّدَامَةِ نَدَامَةُ يَوْمِ الْقِيَامَةِ    
Rasûlullâh saw ngadawuh, “Saawon-awonna rasa kaduhung nyaeta kaduhung dina dinten kiamat.”  

    قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : عِنْدَ مُعَايَنَةِ أَهْوَالِ الْقِيَامَةِ تَكْثُرُ مِنَ الْمُفْرِطِيْنَ النَّدَامَةُ     
Amîrul Mu`minîn as nyarios, “Nalika ningali kagoncangan-kagoncangan dinten kiamat, seueur rasa kaduhung ti jalma-jalma nu ngamomorekeun kana kawajiban.”  

نَسْأَلُ اللَّهَ سُبْحَانَهُ أَنْ يَجْعَلَنَا وَ إِيَّاكُمْ مِمَّنْ لاَ تُبْطِرُهُ نِعْمَةٌ وَ لاَ تُقَصِّرُ بِهِ عَنْ طَاعَةِ رَبِّهِ غَايَةٌ وَ لاَ تَحُلُّ بِهِ بَعْدَ الْمَوْتِ نَدَامَةٌ وَ لاَ كَآبَةٌ 
Urang nyuhunkeun ka Allah nu maha suci supados Anjeunna ngajantenkeun abdi sadaya sareng aranjeun ti antawis jalma nu henteu dijantenkeun hilap ku kani‘matan, henteu ngirangan kata‘atan ka Pangeranna, sareng henteu mendakan rasa kaduhung sareng kasedih saparantos maot. 

Sing emut, jalma nu parantos maot nalika mayitna diangkat kanggo dikurebkeun, nembe tilu lengkah dicandak ku jalma-jalma anu ngagotongna, anjeunna ngajerit maratan langit ngoceak maratan jagat nu jeritanana kadangu ku makhluk-makhluk nu dikersakeun ku Allah, ti antawis jeritanana sakumaha gina katerangan di handap ieu.

قال رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : مَا مِنْ مَيِّتٍ يُوضَعُ عَلَى سَرِيْرِهِ فَيُحْطَى بِهِ ثَلاَثَ حُطًى إِلاَّ نَادَى بِصَوْتِ يَسْمَعُهُ مَنْ يَشَاءُ اللهُ: يَا إِخْوَتَاهُ! يَا حَمَلَةَ نَعْشَاهُ! لاَ تَغُرَنَّكُمُ الدُّنْيَا كَمَا غَرَّتْنِي, وَ لاَ يَلْعَبَنَّ بِكُمُ الزَّمَانُ كَمَا لَعِبَ بِي, أَتْرُكُ مَا تَرَكْتُ لِذُرِّيَتِي وَ لاَ يَحْمِلُونِي خَطِيئَتِي, وَ أَنْتُمْ تُشَيِّعُونِي ثُمَّ تَتْرُكُونِي وَ الْجَبَّارُ يُخَاصِمُنِي 
Rasûlullâh saw parantos ngadawuh, “Teu aya hiji mayit oge anu disimpen dina pasaran, teras dicandak ngalengkah tilu lengkah, anging anjeunna ngajerit ku soanten nu kadangu ku makhluk nu dikersakeun Allah, 'He dulur-dulur! He jalma-jalma anu ngagotong pasaran! Omat aranjeun ulah katipu ku dunya sekumaha eta dunya geus nipu ka kuring! Omat aranjeun ulah bisa diulinkeun ku waktu sakumaha eta waktu geus ngaulinkeun kuring! Kuring geus ninggalkeun naon nu ku kuring ditinggalkeun keur katurunan kuring, tapi maranehna teu nanggung dosa kuring, aranjeun ngajajapkeun kuring, tuluy aranjeun ninggalkeun kuring sedengkeun Pangeran nu maha gagah ngabalitungkeun sakabeh pagawean kuring!’”

Hirup Jeung Pondasi Iman


Puji sukur ka Gusti nu Maha Suci, robbul Ijjati Alloh Swt. Pangéran nu Maha Kawasa kana saniskara perkara. Teu aya deui anu kedah disembah, teu aya deui anu miara alam, teu aya deui anu ngatur ieu alam, anging Alloh Swt.  Sholawat miwah salam, salalamina urang sanggakeun ka jungjunan urang sadayana, nyatana Kangjeng Nabi Muhammad SAW.
Hirupna manusa di alam dunya, sadayana bakal aya tungtungna. Teu aya hiji mahluk nu kumelendang di ieu alam dunya anu langgeng kajaba Alloh Swt. Témbrés kacida saur Gusti dina Alqur’an, Kullu nafsin dzaiqatul maut. Sadaya mahluk nu nyawaan, bakal ditungtungan ku maot.
Kitu sunatulloh ieu alam, kaasup pikeun manusa. Lantaran kitu, Kangjeng Nabi salawasna mépélingan ka manusa sangkan ulah mopohokeun maot nu datangna moal ngabéjaan. 
Maksud pépéling Kangjeng Rosul, sangkan manusa kudu inget kana jatidirina manusa nu asalna ti Alloh, hiji waktu bakal balik deui ka Alloh Swt.
Seueur ayat dina al-Qur’an keur mépélingan jalma sangkan ulah poho kana maot tur kudu boga bekel keur bawaeun maot. Ngan hanjakal, dina buktina mah, singhoréng loba jalma nu apal jeung sering ningal nu maot, tapi dirina teu ngarasa bakal rék maot. Naon bekel nu pangagungna keur bekel maot? Nyaéta bekel iman jeung Islam. Dawuhan Gusti:
Nu hartosna: Saha jalma nu néangan agama salian ti agama Islam, mangka geus pasti moal ditarima, jeung di ahérat jaga kaasup golongan nu kacida rugina.
Kitu pertélaan jalma nu hirupna teu boga iman jeung lian ti agama Islam. Kitu deuih, teu cukup mung saukur ngaku agama Islam jeung percaya ka Gusti, sedengkeun laku lampah dirina patojaiyah jeung papagon agama. Jalma nu kitu tétéla bakal ditungtungan ku su’ul khotimah, goréng tungtung. Naha loba anu kitu? Dina mangsa kiwari, jigana moal hésé néanganana, lantaran pakpikpekna manusa ngagugulung alam dunya nepi ka poho kana miara kaimanan jeung kaislamanana, beuki némbongan. 

Dawuhan Gusti écés kacida sakumaha nu dijelaskeun dina surat Al-Baqoroh ayat 95:
Nu hartosna : Jeung maranéhna henteu pisan miharep datangna maot nu jadi panungtungan salila, lantaran kasalahan-kasalahan nu geus dipilampahna, jeung Alloh Maha uninga, pikeun jalma-jalma nu kaniaya.
Margi kitu, gambaran jalma nu méngpar jeung nu sok ngulinkeun kana papagon agama, tandes moal mawa bekel nu nyalametkeun di ahérat. 

Kumaha sangkan tauhid urang kapiara jeung jadi bekel pisalameteun jaga? Mangga urang bandungan pidawuh Alloh dina surat Az-Zumar ayat 65-66:
Hartosna : Jeung saéstuna geus diwahyukeun ka hidep jeung ka jalma-jalma anu saméméh hidep, yén upama manéh syirik, tanwandé amal manéh jadi tumpur, jeung pasti manéh kaasup jalma-jalma nu rugi. Malah nya Alloh nu sawajibna ku hidep diibadahan, jeung hidep sing jadi ti antara jalma-jalma nu maruji syukur.
Pidawuh di luhur écés nerangkeun pentingna tauhid nu ulah pegat anging ka Alloh Swt. Ieu pisan nu jadi cekelan utama dina hirup téh. Sabab jalma  nu pageuh tauhidna, maka bakal jadi tapak keur sakabéh amalna luyu jeung tungtunan agama Islam. Sawangsulna sakabéh amal anu teu ditatapakan ku tauhid, éta bakal hampos tur taya mangpaatna, teu ditampi ku Alloh Swt. Leuwih jauhna, sakabéh amal anu ditatapakan ku syirik éta bakal ngadatangkeun kasangsaraan boh di dunya atawa di ahérat.
Tauhid lain saukur nyaho jeung ngarti yén nu nyiptakeun ieu alam murbéng téh Alloh, lain saukur nganyahokeun kana bukti rasional ngeunaan bebeneran wujud (aya)-Na jeung wahdaniyah (kaésaan)-Na, ogé lain saukur nyaho kana asma jeung sipat-Na.
Iblis percaya yén pangéranna téh Alloh, malah ngaku kana kaésaan katut kamahakawasaan Alloh ku paméntana ka Alloh ngaliwatan asma’ katut sipat-Na. Kaom jahiliyyah baheula anu disanghareupan ku Rosululloh ogé yakin yén anu nyipta, ngatur, ngamumulé jeung panguasa ieu alam samakta téh Alloh. Tapi kapercayaan jeung kayakinan maranéhna téh acan ngajadikeun maranéhna minangka golongan jalma nu nyangking prédikat muslim, anu iman ka Alloh. Ana kitu mah naon atuh hakékat tauhid téh?
Hakékat tauhid, nyaeta ngamurnikeun ibadah mung ka Alloh wungkul, nyaéta ngahambakeun diri kalayan sayakti tur panceg saukur ka Alloh wungkul, ku cara to’at kana paréntah-Na jeung nyinglarkeun sagala rupa nu dicaram-Na kalayan euyeub ku rasa ajrih, cinta, pangarep tur sieun ku Mantenna.
Satemenna tauhid éta témbong tina ikrar yén teu aya Pangéran salian ti Alloh jeung Muhammad éta utusan Alloh. Ma’nana, teu aya nu mibanda hak pikeun disembah anging Alloh jeung teu aya ibadah anu bener kajaba ibadah nu luyu jeung tungtunan Rosululloh nyaéta as-Sunnah. Jalma nu ngaikrarkeunana bakal abus ka sawarga salila teu diruksak syirikna.
Dawuhan Alloh Swt. : Jalma-jalma nu ariman bari henteu ngabaurkeun imanna jeung kazholiman (syirik), nya pikeun maranéhna kaamanan jeung nya maranéhna anu meunang pituduh. (QS. al-An’am : 82).
Abdullah bin Mas’ud ngariwayatkeun, “Nalika ieu ayat turun, para sahabat loba anu ngarasa sedih tur beurat. Maranéhna nyararita, “Naha aya di antara urang nu teu kungsi zholim ka diri sorangan?” Lajeng Rosul ngawaler, “Anu dimaksud zholim téh lain zholim anu kitu, tapi syirik. Naha arandika henteu ngadéngé kana naséhat Luqman ka nu jadi anakna, “Yeuh anaking, poma hidep ulah nyarekatan (naon baé ogé) ka Alloh. Saéstuna ari syirik téh éstuning kazholiman nu pohara gedéna”. (Luqman : 13) ( Muttafaqun ‘alaih).
Kitu deui sakumaha nu diécéskeun Kangjeung Rosululloh SAW nu diriwayatkeun Ubadah bin ash-Shomit, anu hartosna kieu:
“Sing saha nu nyakséni yén teu aya Pangéran (anu hak pikeun disembah) anging Alloh, teu aya sakutu pikeun Mantenna, jeung Muhammad téh éta hamba katut Rosul-Na, jeung (nyakséni) yén Isa téh hamba Alloh, utusan jeung kalimah nu ditepikeun-Na ka Maryam turta ruh ti Mantenna, ogé (nyakséni) yén sawarga téh pasti bener ayana, naraka ogé bener ayana, tanwandé Alloh bakal ngabuskeun dirina ka sawarga, luyu jeung darajat amalna. (HR al-Bukhori jeung Muslim).
Margi kitu, mungpung urang masih dipasihan yuswa kanggo milari bekel amal jaga di aherat, mangka tauhid urang kudu dipiara nepi ka bisa ngajanggélék dina kahirupan, boh pribadi atawa jama’ah. Insya Alloh upama geus mampuh miarana, mangka urang urang bakal ngabébaskeun diri tina kahinaan jeung kasangsaraan di ieu alam dunya.
Jalma iman, bakal percaya, yén hirup di dunya téh saukur ngumbara kalawan moal lila. Umurna unggal poé unggal peuting dicontangan. Lantaran kitu, modal hirup nu pangmahalna, nu teu bisa dipésér ku dunya nu sakitu lobana, nyaéta kaimanan ka Alloh Swt., boh tauhid ubudiyahna, rububiyahna atawa uluhiyahna. Lantaran kitu, saméméh urang dipundut ku Gusti, dijajapkeun ka alam balitungan, mangga hayu urang pageuhan deui kaimanan urang. Anu kahiji, hayu urang pageuhan tauhid nu mangrupa cecekelan poko tur nangtukeun pikeun kahirupan manusa. Lantaran mung pageuhna tauhid nu ka dituna jadi tatapakan pikeun sakabéh amal anu dilakukeunana. Kadua, hakékat tauhid nyaéta ngamurnikeun ibadah ka Alloh, ngahambakeun diri saukur ka Alloh wungkul kalawan sayakti tur pengkuh, ku taat kana sagala rupa paréntah-Na jeung ngajauhan sagala rupa anu dipahing-Na kalayan euyeub ku sikep ajrih, cinta, gedé pangarep tur sieun ku Mantenna. Anu katiluna mah, urang kudu nyaah kana kaimanan, lantaran éta pisan nu bakal mupus kana sagala rupa dosana. Kaopat, tauhid nu ngajanggélék dina kahirupan bakal ngahasilkeun buah nu amis, nyaéta merdékana manusa tina sagala rupa perbudakan jeung panghambaan anging ka Alloh wungkul, ngawujudkeun pribadi nu ajeg jeung bakal ngeusian haté nu tengtrem. Insya Alloh, salami gaduh bekel iman nu masih kénéh ngancik dina sanubari terus dipiara kalawah ngabuahkeun hasil nu nengtremkeun diri jeung ngamulyakeun Islam, Alloh salawasna bakal ngajamin kasalametan di dunyana ogé di ahérat jaga. Innalladziina amanuu waamilus sholihati kaanat lahum jannatul Firdausi nujulan. Hoolidiina fiiha laa yabguuna ‘anha hiwalaa. Saéstuna jalma-jalma nu airman jeung anu saroléh, mangka pikeun pangbalikkan aranjeunna surga Firdaus. Aranjeunna bakal langgeng tur moal matak hayang pindah ti éta tempat. Amin ya Robbal ‘alamin. ***

Hirup Ulah kabelejog Ku Jaman

Mulih ka jati,mulang ka asal eta kalimat biasana sok dianggo ku urang mun aya anu pupus.

Saliwat mah eta kalimat asa biasa tapi mun ditafakuran mah ngandung harti nu luar biasa.
Patali pisan jeung kecap tobat nu puguh ngandung nilai ibadah. Pepeling pikeun urang nu masih jumeneng di alam dunya sangkan urang teu poho kana purwadaksi,teu sasar dina ngajalanan

hirup oge teu kabelejog ku jaman kiwari nu ngan saukur ngudag materi.

Mulih ka jati mulang ka asal mangrupa kalimat filosofi nu pinuh ku hikmat hirup nu abadi.
Mun diguar eta kalimat tangtuna ngondang taroseun pikeun diri yen urang teh timana,rek kamana jeung keur naon urang hirup di alam dunya.

Mun ngajawabna bener tangtu pisan atuh hasilna oge nyugemakeun boh sugema pikeun kabagjaan di dunya oge nepi ka aherat jaga.

Matak didieu pisan gunana kayakinan,sabab ieu nu jadi dasar kana ngajawab sagala pasualan hirup. Da jalma nu teu boga kayakinan mah tangtu moal bisa ngajawabna,boro-boro ngajawab boa teuing nyahoeun kana eta pertanyaan.

Kalimat mulih ka jati mulang ka asal,luyu pisan jeung kalimat inna lillahi wa inna ilaihi rojiun.

Pikeun jalma nu yakin ka Alloh,pangeran nu mangeranan sakabeh alam tangtu hirupna oge moal gagabah. Sagala ge dipikir,ditalungtik sangkan eling jeung waspada.
Yakin yen dirina asalna ti Alloh,tangtu dina hirup keur di dunya oge ngan nurut weh ka Alloh nepi ka tingkah lakuna oge luyu jeung aya dina karidoan Alloh swt. Nyak atuh ari geus aya dina karidoan Alloh mah tangtuna oge mulangna nyak ka Alloh,sawarga bageanana.

Sabab Alloh SWTngadawuh :
” Yaa ayyuhannafsul muthmainnah,irji’i ila robbiki rodhiyatan mardiyah. Fadkhuli fii ‘ibadi wadkhuli jannati “

Mulih ka jati,mulang ka asal …
Huwal awwalu wal akhiru …

Jumat, 30 Januari 2015

Ngeunteung Diri



HIRUP DI DUNYA UKUR SAKALI
SAPAPAIT SAMAMANIS KASORANG KU URANG JEUNG KALANGKANG
SAKAPEUNG URANG DILUHUR KASANDING NGARAN NU MASHUR
SAKAPEUNG DI HANDAP BARI HALAPHAP

DUH GUSTI.. NA IRAHA TOROMPET SANGKAKALA TEH DITIUPNA
KUHAYANG NGARASA NGAGETERNA ATI
KUHAYANG NGARUMAS NYEBLAKNA MANAH

KARASA SOK RAJEUN MIKIRAN IEU DIRI
TIMANA REK KAMANA IEU HIRUP

TONG DI TANYA KAMANA KURING REK MULANG
TONG DI TANYA KUMAHA SESELNA ATI

UKUR CIPANON NU NGARTI
NGAMOKSA DIRI NGARAKSA PATI

ANGING SUMERAH DIRI KANU POE NU PASTI
ANGING SUMERAH PASRAH KA GUSTI NU MAHA SUCI
NEPUNG PATI NYORANG BAGJA
MULIH KA JATI NGAREP MULANG KA ASALNA

Zamzam barokah dan Manfaat



Selama ini kita mengenal sumur Zamzam dari cerita orang yang pulang haji dari tanah suci. Namun sebenarnya ada sisi ilmiah scientifiknya juga looh. Cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang air adalah hydrogeologi.

Sumur Zam-zam yang sekarang ini kita lihat sebenarnya adalah sumur yang digali oleh Abdul Muthalib kakeknya Nabi Muhammad. Sehingga saat ini, dari “ilmu persumuran” maka sumur Zam-zam termasuk kategori sumur gali (Dug Water Well).

Dimensi dan Profil Sumur Zam-zam

Bentuk sumur Zam-zam dapat dilihat dibawah ini.



Sumur ini memiliki kedalaman sekitar 30.5 meter. Hingga kedalaman 13.5 meter teratas menembus lapisan alluvium Wadi Ibrahim. Lapisan ini merupakan lapisan pasir yang sangat berpori. Lapisan ini berisi batupasir hasil transportasi dari lain tempat. Mungkin saja dahulu ada lembah yang dialiri sungai yang saat ini sudah kering. Atau dapat pula merupakan dataran rendah hasil runtuhan atau penumpukan hasil pelapukan batuan yang lebih tinggi topografinya. Gambar di bawah adalah mata air sumur zam zam.



Dibawah lapisan alluvial Wadi Ibrahim ini terdapat setengah meter (0.5 m) lapisan yang sangat lulus air (permeable). Lapisan yang sangat lulus air inilah yang merupakan tempat utama keluarnya air-air di sumur Zam-zam.



Kedalaman 17 meter kebawah selanjutnya, sumur ini menembus lapisan batuan keras yang berupa batuan beku Diorit. Batuan beku jenis ini (Diorit) memang agak jarang dijumpai di Indonesia atau di Jawa, tetapi sangat banyak dijumpai di Jazirah Arab. Pada bagian atas batuan ini dijumpai rekahan-rekahan yang juga memiliki kandungan air. Dulu ada yang menduga retakan ini menuju laut Merah. Tetapi tidak ada laporan geologi yang menunjukkan hal itu.

Dari uji pemompaan sumur ini mampu mengalirkan air sebesar 11 – 18.5 liter/detik, hingga permenit dapat mencapai 660 liter/menit atau 40 000 liter per jam. Celah-celah atau rekahan ini salah satu yang mengeluarkan air cukup banyak. Ada celah (rekahan) yang memanjang kearah hajar Aswad dengan panjang 75 cm denga ketinggian 30 cm, juga beberapa celah kecil kearah Shaffa dan Marwa.

Keterangan geometris lainnya, celah sumur dibawah tempat Thawaf 1.56 m, kedalaman total dari bibir sumur 30 m, kedalaman air dari bibir sumur = 4 m, kedalaman mata air 13 m, Dari mata air sampai dasar sumur 17 m, dan diameter sumur berkisar antara 1.46 hingga 2.66 meter.

Air hujan sebagai sumber berkah



Kota Makkah terletak di lembah, menurut SGS (Saudi Geological Survey) luas cekungan yang mensuplai sebagai daerah tangkapan ini seluas 60 Km2 saja, tentunya tidak terlampau luas sebagai sebuah cekungan penadah hujan. Sumber air Sumur Zam-zam terutama dari air hujan yang turun di daerah sekitar Makkah.

Sumur ini secara hydrologi hanyalah sumur biasa sehingga sangat memerlukan perawatan. Perawatan sumur ini termasuk menjaga kualitas higienis air dan lingkungan sumur serta menjaga pasokan air supaya mampu memenuhi kebutuhan para jamaah haji di Makkah. Pembukaan lahan untuk pemukiman di seputar Makkah sangat ditata rapi untuk menghindari berkurangnya kapasitas sumur ini.



Gambar di atas memperlihatkan lokasi sumur Zamzam yang terletak ditengah lembah yang memanjang. Masjidil haram berada di bagian tengah diantara perbukitan-perbukitan disekitarnya. Luas area tangkapan yang hanya 60 Km persegi ini tentunya cukup kecil untuk menangkap air hujan yang sangat langka terjadi di Makkah, sehingga memerlukan pengawasan dan pemeliharaan yang sangat khusus.

Dahulu diatas sumur ini terdapat sebuah bangunan dengan luas 8.3 m x 10.7 m = 88.8 m2. Antara tahun 1381-1388 H bangunan ini ditiadakan untuk memperluas tempat thawaf. Sehingga tempat untuk meminum air zamzam dipindahkan ke ruang bawah tanah. Dibawah tanah ini disediakan tempat minum air zam-zam dengan sejumlah 350 kran air (220 kran untuk laki-laki dan 130 kran untuk perempuan), ruang masuk laki perempuan-pun dipisahkan.

Saat ini bangunan diatas sumur Zam-Zam yang terlihat gambar diatas itu sudah tidak ada lagi, bahkan tempat masuk ke ruang bawah tanah inipun sudah ditutup. Sehingga ruang untuk melakukan ibadah Thawaf menjadi lebih luas. Tetapi kalau anda jeli pas Thawaf masih dapat kita lihat ada tanda dimana sumur itu berada. Sumur itu terletak kira-kira 20 meter sebelah timur dari Ka’bah.

Monitoring dan pemeliharaan sumur Zamzam
 ———————————————————————-
 Jumlah jamaah ke Makkah tiga puluh tahun lalu hanya 400 000 pertahun (ditahun 1970-an), terus meningkat menjadi lebih dari sejuta jamaah pertahun di tahun 1990-an, Dan saat ini sudah lebih dari 2.2 juta. Tentunya diperlukan pemeliharaan sumur ini yang merupakan salah satu keajaiban dan daya tarik tersendiri bagi jamaah haji.



Pemerintah Saudi tentunya tidak dapat diam pasrah saja membiarkan sumur ini dipelihara oleh Allah melalui proses alamiah. Namun pemerintah Arab Saudi yang sudah moderen saat ini secara ilmiah dan saintifik membentuk sebuah badan khusus yang mengurusi sumur Zamzam ini. Sepertinya memang Arab Saudi juga bukan sekedar percaya saja dengan menyerahkan ke Allah sebagai penjaga, namun justru sangat meyakini manusialah yang harus memelihara berkah sumur ini.

Pada tahun 1971 dilakukan penelitian (riset) hidrologi oleh seorang ahli hidrologi dari Pakistan bernama Tariq Hussain and Moin Uddin Ahmed. Hal ini dipicu oleh pernyataan seorang doktor di Mesir yang menyatakan air Zamzam tercemar air limbah dan berbahaya untuk dikonsumsi. Tariq Hussain juga meragukan spekulasi adanya rekahan panjang yang menghubungkan laut merah dengan Sumur Zam-zam, karena Makkah terletak 75 Kilometer dari pinggir pantai. Menyangkut dugaan doktor mesir ini, tentusaja hasilnya menyangkal pernyataan seorang doktor dari Mesir tersebut, tetapi ada hal yang lebih penting yaitu penelitian Tariq Hussain ini justru akhirnya memacu pemerintah Arab Saudi untuk memperhatikan Sumur Zamzam secara moderen. Saat ini banyak sekali gedung-gedung baru yang dibangun disekitar Masjidil Haram, juga banyak sekali terowongan dibangun disekitar Makkah, sehingga saat ini pembangunannya harus benar-benar dikontrol ketat karena akan mempengaruhi kondisi hidrogeologi setempat.



Badan Riset sumur Zamzam yang berada dibawah SGS (Saudi Geological Survey) bertugas untuk:
Memonitor dan memelihara untuk menjaga jangan sampai sumur ini kering.
Menjaga urban disekitar Wadi Ibrahim karena mempengaruhi pengisian air.
Mengatur aliran air dari daerah tangkapan air (recharge area).
Memelihara pergerakan air tanah dan juga menjaga kualitas melalui bangunan kontrol.
Meng-upgrade pompa dan dan tangki-tangki penadah.
Mengoptimasi supplai dan distribusi airZam-zam

Perkembangan perawatan sumur Zamzam.
 ——————————————————————

Dahulu kala, zamzam diambil dengan gayung atau timba, namun kemudian dibangunlah pompa air pada tahun 1373 H/1953 M. Pompa ini menyalurkan air dari sumur ke bak penampungan air, dan diantaranya juga ke kran-kran yang ada di sekitar sumur zamzam.

Uji pompa (pumping test) telah dilakukan pada sumur ini, pada pemompaan 8000 liters/detik selama lebih dari 24 jam memperlihatkan permukaan air sumur dari 3.23 meters dibawah permukaan menjadi 12.72 meters dan kemudian hingga 13.39 meters. Setelah itu pemompaan dihentikan permukaan air ini kembali ke 3.9 meters dibawah permukaan sumur hanya dalam waktu 11 minut setelah pompa dihentikan. Sehingga dipercaya dengan mudah bahwa akifer yang mensuplai air ini berasal dari beberapa celah (rekahan) pada perbukitan disekitar Makkah.

Banyak hal yang sudah dikerjakan pemerintah Saudi untuk memelihara Sumur ini antara lain dengan membentuk badan khusus pada tahun 1415 H (1994). dan saat ini telah membangun saluran untuk menyalurkan air Zam-zam ke tangki penampungan yang berkapasitas 15.000 m3, bersambung dengan tangki lain di bagian atas Masjidil Haram guna melayani para pejalan kaki dan musafir. Selain itu air Zam-zam juga diangkut ke tempat-tempat lain menggunakan truk tangki diantaranya ke Masjidil Nabawi di Madinah Al-Munawarrah.

Saat ini sumur ini dilengkapi juga dengan pompa listrik yang tertanam dibawah (electric submersible pump). Kita hanya dapat melihat foto-fotonya saja seperti diatas. Disebelah kanan ini adalah drum hidrograf, alat perekaman perekaman ketinggian muka air sumur Zamzam (Old style drum hydrograph used for recording levels in the Zamzam Well).

Kandungan mineral
 ———————————–
 Tidak seperti air mineral yang umum dijumpai, air Zamzam in memang unik mengandung elemen-elemen alamiah sebesar 2000 mg perliter. Biasanya air mineral alamiah (hard carbonated water) tidak akan lebih dari 260 mg per liter. Elemen-elemen kimiawi yang terkandng dalam air Zamzam dapat dikelompokkan menjadi
 Yang pertama, positive ions seperti misal sodium (250 mg per litre), calcium (200 mg per litre), potassium (20 mg per litre), dan magnesium (50 mg per litre).
 Kedua, negative ions misalnya sulphur (372 mg per litre), bicarbonates (366 mg per litre), nitrat (273 mg per litre), phosphat (0.25 mg per litre) and ammonia (6 mg per litre).

Kandungan-kandungan elemen-elemen kimiawi inilah yang menjadikan rasa dari air Zamzam sangat khas dan dipercaya dapat memberikan khasiat khusus. Air yang sudah siap saji yang bertebaran disekitar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi di Madinah merupakan air yang sudah diproses sehingga sangat aman dan segar diminum, ada yang sudah didinginkan dan ada yang sejuk (hangat). Namun konon prosesnya higienisasi ini tidak menggunakan proses kimiawi untuk menghindari perubahan rasa dan kandungan air ini.

Dari Ibnu Abbas RA, bahwasannya Nabi Muhammad SAW, bersabda tentang air zam zam yang artinya sebagai berikut “ Sebaik-baiknya air dipermukaan bumi ialah air zam zam, padanya terdapat makanan yang menyegarkan dan padanya terdapat penawar bagi penyakit”.

Kehadiran air zam zam tidak terlepas dari keajaiban yang dipertontonkan oleh Allah SWT, sebagai mukjizat kepada umat manusia melalui Nabi Ismail dan Ibunya Siti Hajjar, dan banyak sekali keistimewaannya, bahwa Allah memang bermaksud menyediakan sumber air ditengah-tengah gunung batu dan padang pasir yang gersang, hal ini sebagai konsekwensi atas perintahnya kepada Nabi Ibrahim AS, guna mengundang sebanyak-banyaknya umat manusia ke Baitullah.

KEISTIMEWAAN AIR ZAM ZAM :

1. Meminum Air zam zam menjadi satu amalan ibadah, dengan niat mengikuti anjuran Rasulullah.
 2. Diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Abbas, Aku pernah menyiapkan air zam zam untuk Rasulullah, kemudian beliau meminumnya sambil berdiri.
 3. Makruh hukumnya apabila dipergunakan untuk mencucu najis, atau dipakai untuk membersihkan hadast besar.
 4. Disunahkan membawa air zamzam pulang ke negerinya bagi jamaah “penunai rukun Islam ke lima) yang memang berasal dari luar Negara Arab, dan Rasullulullah adalah orang pertama yang membawanya keluar kota Mekkah, yaitu ke Madinah.
 5. Mata Airnya tidak pernah kering, meskipun berjuta-juta umat manusia meminumnya setiap hari terutama pada musim ibadah “H”, bahkan sekarang dengan peralatan canggih, orang yang di Masjid Nabawi (Madinah) yg berjarak 450 Km dari Mekah meminum air zam zam setiap saat.
 6. Pada waktu Rasululullah akan melakukan Sa’I, beliau meminum air zam zam sampai kenyang, kemudian menyiram kepalaNya dengan air zam zam.
 7. Banyak orang mengguyur dan membasahi kain (baju) ihram, kemudian direntang tanpa diperas agar kering sendiri, dan akan dipakai sebagai ‘Kafan” ( pembungkus mayat) kalau meninggal nanti.

KEUTAMAAN AIR ZAM ZAM :

1. Air Surga (maa’ul-Jannah), artinya air yang penuh berkah dan manfaat, seperti air surga.
 2. Nikmat Allah, salah satunya nikmat Allah bagi para Jamaah haji yang langsung dapat merasakan nikmatnya air ditengah-tengah padang pasir.
 3. Pencuci Kalbu, Air Pencuci Kalbu Nabi Muhammad SAW, ketika Malaikat Jibril membasuh hati Muhammad dengan air zam zam.
 4. Penuh Berkah, Karena Rasulullah SAW sering meminumnya dan tangannya yang penuh berkah dicelupkannya ke sumur zam zam.
 5. Mengenyangkan, Air yang mengenyangkan dan menghilangkan dahaga.
 6. Obat penyakit, Air penyembuh penyakit, baik penyakit jiea, batin atau jasmani dan Rasulullah menyebutnya “ mengobati penyakit” dan banyak kisah dan riwayat, sebagai bukti kebenaran hadist diatas.
 7. Abadi, Tidak akan kering hingga hari Kiamat, karena ia menjadi bukti keagungan dan kebenaran Allah.

DAFTAR PERBANDINGAN UNSUR KIMIA:

Antara air ZAM ZAM ( Mg/l ) ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,dan air MINERAL

* Klorida (cl) 159,75 ,………………………………………Mine ral : 30
 * Sulfat (SO24) 140 ,…………………………………………M ineral : 27
 * Nitrat (NO3) – ,…………………………………………. …..Mineral : 15
 * Nitrit (NO2) 0,045 ,………………………………………..Mi neral : -
 * Bikarbonat (HCO3) 398,22,………………………………Mineral : 32
 * Flour (F) – ,…………………………………………. ………..Mineral : 0,7
 * Besi (Fe) tak terdeteksi ,…………………………………..Mineral : 0
 * Mangan (Mn) 0,014 ……………………………………….Mine ral : -
 * Natrium (Na) 318,0 ,……………………………………….Min eral : 20
 * Kalium (Ca) 182,2 ………………………………………….. Mineral : 3
 * Zat Padat Terlarut (TDS) 858 , …………………………..Mineral : 170
 * Magnesium (Mg) 6,86 ………………………………………Miner al : 5
 * Zat Organik 2,79 -………………………………………….. .Mineral : -
 * Jumlah Mikro Organisme (TPK) 38 kolom/ml -…….Mineral : -

 * PH 7,3 ………………………………………….. ……………..Mineral : 7,2